Tafsir Qs Luqman :12 (Serial Kajian Kitab al-Ibriz)

 
Tafsir Qs Luqman :12 (Serial Kajian Kitab al-Ibriz)

LADUNI.ID - Luqman ini spesial. Beliau bukan Rasul, tapi namanya diabadikan di dalam Al-Qur'an menjadi nama surat. Selain Luqman yang Bijak, ada nama lain---selain para Rasul-- yang menjadi nama surat, yaitu Maryam dan Imran.

QS. Luqman adalah Surat Makkiyyah, terdiri 34 ayat, 548 kalimat, dan 2110 huruf.

Siapa sebenarnya Luqman al-Hakim ini?

Namanya Luqman bin Faghur bin Nakhur bin Tarih. Keponakan Nabi Ibrahim AS. Dikaruniai usia 1000 tahun, hingga menjumpai zaman Nabi Dawud. Awalnya beliau menjadi mufti, lantas ketika Dawud Alaihissalam diangkat menjadi Nabi, beliau meninggalkan jabatan muftinya dan memilih menjadi muridnya Nabi Dawud. (KH. Bisri Musthofa, Tafsir al-Ibriz).

Luqman adalah putra Ba’ura, keturunan Azar, anak saudara perempuan Nabi Ayub. (Syekh Nawawi al-Bantani, Tafsir Marah Labid)

Bagaimana pribadinya?

Luqman berprofesi sebagai tukang jahit. Versi lain pengembala kambing. Dia diberi ilmu kebijaksanaan oleh Allah. Ada banyak cerita mengenai Luqman. Intinya, dia bijak. Misalnya, ketika dia sebagai budak diminta majikannya membeli daging terbaik. Dia membeli lidah hewan, memasaknya, dan menyajikannya. "Sebab, lidah bisa menyampaikan kebaikan, membuat orang menjadi baik. Lidah bisa digunakan menyampaikan haq dan yang batil. Lidah juga bisa menyampaikan cinta." Di lain kesempatan, dia diminta membeli daging terburuk. Dia lagi-lagi membeli lidah binatang, memasaknya, menyajikannya, lantas menjelaskan filosofinya, "Sebab, lidah juga bisa menimbulkan permusuhan, kebencian, dan adu domba."

Dalam versi yang lain, Luqman membeli hati dan lidah domba. Memasaknya untuk sajian tamu majikannya. Ketika majikannya heran, Luqman dengan bijak menjawab, "Wahai tuanku, tak ada yang lebih buruk ketimbang lidah dan hati bila keduanya buruk, dan tidak ada yang lebih bagus dari lidah dan hati bila keduanya bagus.”

Secara fisik, dia berkulit hitam. Dari kawasan Afrika, saat ini. Ada beberapa orang kulit hitam yang istimewa: Bilal bin Rabah, Mihja’ budaknya Umar bin Khattab, Luqman al-Hakim, dan Raja Negus (Najasyi) (KH. Thoifur Ali Wafa, Tafsir Firdaus al-Na’im Bi-taudhihi Ma’ani Ayatil Qur’anil Karim)

Mengapa engkau bisa menjadi ahli hikmah, wahai Luqman?

Sebab omong bener, nekakake amanah lan ninggalake opo bae kang ora manfaati awakku. (Berbicara jujur, memegang teguh amanah, dan meninggalkan apa saja yang tidak bermanfaat bagi diriku). (KH. Mishbah Zainal Musthofa, Tafsir al-Iklil fi Ma’ani at-Tanzil).

Dalam Surat Luqman ayat 12, Allah telah memberi Luqman sebuah "Hikmah". (Wa Laqad Ataina Luqmana al-Hikmah). Wahai Luqman, bagaimana dengan hikmah? Tanya Malaikat. Dia menjawab, sesungguhnya seseorang yang menjadi hakim (orang bijak) itu selalu dikerumuni oleh orang yang teraniaya dari segala penjuru. Jika dia adil, selamatlah dia. Jika dia keliru, maka dia keliru dari jalan ke surga, barang siapa di dunia hidup hina, maka lebih baik baginya daripada dia hidup terhormat. Barangsiapa yang memilih dunia atas akherat, maka dunia pasti akan memperdayakannya dan dia tidak mendapatkan akherat.

Para malaikat kagum dengan kebaikan pemikirannya. Lalu Luqman tidur sejenak dan dianugerahi hikmah, lalu dia terbangun dan langsung bisa berbicara mengenai hikmah. (KH. Thoifur Ali Wafa, Tafsir Firdaus al-Na’im Bi-taudhihi Ma’ani Ayatil Qur’anil Karim).

Dalam al-Iklil fi Ma'ani At-Tanzil, KH. Mishbah Zainal Musthofa memberi penjelasan apabila hikmah yang diperoleh oleh Luqman ini adalah bagian dari ilmu Laduni, sebuah ilmu yang tidak diperoleh dengan cara sekolah maupun berguru. Ilmu yang tidak didapatkan di sekolah umum, tidak dimiliki oleh para intelek, dan yang punya ilmu jenis ini adalah orang pesantren (kiai lan santrine) yang berpegang teguh pada ajaran Salafus Sholeh, bukan para kiai zaman sekarang (ini redaksi bahasa Jawa yang saya terjemahkan apa adanya)..

Ulama lainnya mengartikan Hikmah sebagai "Taufiq Untuk Mengamalkan Ilmu". Apabila seseorang mengetahui dua perkara yang salah satunya lebih penting daripada yang lain, kemudian jika dia menyibukkan diri dengan perkara tersebut, maka dia termasuk orang yang mendapat taufik dalam ilmunya dan bijaksana (Syekh Nawawi al-Bantani. Tafsir Marah Labid/ Tafsir Munir)

Buya Hamka memaknai Hikmah sebagai kesesuaian antara perbuatan dengan pengetahuan, sesuai antara amal dengan ilmunya. (Buya Hamka, Tafsir al-Azhar).

Hikmah adalah mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Hikmah adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat dan didukung oleh ilmu. (Habib Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah)

Hikmah adalah ilmu dan amal. Seseorang tidak disebut sebagai ahli hikmah apabila tidak menguasai keduanya. Hikmah juga berarti ilmu laduni, ilmu yang didapat tanpa belajar dan tanpa berguru. (KH. Mishbah Zainal Musthofa, Tafsir al-Iklil fi Ma’ani At-Tanzil)

Sedangkan Syukur dalam ayat ini dimaknai sebagai "Memfungsikan anugerah yang diterima sesuai dengan tujuan pemberiannya." (Habib Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah)

Di antara kisah lain yang melekat pada kebijaksanaan Luqman adalah ketika mengajak anaknya berjalan-jalan dengan seekor keledai. Luqman meminta anaknya mendengarkan komentar orang-orang.

Ketika Luqman naik keledai, anaknya menuntun, orang berkomentar: dasar orangtua egois, anak disuruh menuntun, ayahnya enak-enakan naik keledai.

Ketika Luqman menuntun, anaknya naik keledai, orang-orang berkomentar, dasar bocah tidak tahu diri, ayahnya disuruh pegang tali kekang, eh dia malah enak-enakan naik.

Saat Luqman dan anaknya memutuskan menaiki keledai bersama-sama, orang-orang ganti berceloteh: dasar ayah dan anak tidak tahu diri, keledai sekecil itu dinaiki berdua. Nggak punya rasa kasihan terhadap binatang. Dasar!

Tatkala Luqman dan anaknya memutuskan berjalan kaki dan hanya menuntun keledainya, ganti orang-orang ngelutuk: ayah dan anak kok ya bodoh semua, punya keledai sehat kok hanya dituntun. Dinaiki kan bisa?

Luqman mengajarkan kepada anaknya, apabila meraih kesempurnaan di mata manusia itu mustahil. Selalu saja ada komentar miring terhadap perbuatan yang dilakukan. Selalu saja ada cara pandang yang berbeda. Atau dalam istilah Imam Syafi'i, Ridlon nas ghoyah la tudrok. Mengharap kepuasan banyak orang, adalah puncak yang tidak akan tergapai. Mustahil. Jadi, pilih yang bermanfaat bagi kita, tinggalkan yang tidak berguna, dan fokus apa yang telah menjadi komitmen kita.

Oleh: Rijal Mumazziq Z
-----