Pandemi dan Solidaritas Sosial Perkotaan

 
Pandemi dan Solidaritas Sosial Perkotaan

LADUNI.ID, Jakarta - Hampir di seluruh dunia saat ini mengahadapi ancaman virus yang meskipun disebagian negara tingkat kematian rendah namun penularanya sangat cepat dan masif. Virus corona bukanlah ancaman sepele bagi bangsa Indonesia, telah kita lihat Eropa maupun Amerika saat ini kewalahan menghadapi virus yang berasal dari China tersebut.

Bukan hanya dalam bidang ekonomi, yang paling menyedihkan adalah korban jiwa yang semakin hari semakin banyak di negara-negara yang bahkan memiliki fasilitas kesehatanya jauh  lebih memadai dari pada Indonesia.

Namun di balik kondisi itu semua, ada gejala sosial yang muncul akibat dari pandemi ini, dan merupakan hal yang dapat kita lihat sebagai gejala sosial yang patut kita syukuri, solidaritas sosial tumbuh cukup subur dalam kondisi pandemik ini. 

Belum lama kita dengar perusahan kosmetik Wardah meyumbang dana  40 miliar untuk membantu menangani virus ini, Bakrie Group pun menyumbang 20 miliar. Tak hanya perusahaan influencer terkenal  Rachelvenya  mampu mengumpulkan dana 5 miliar lebih dalam waktu yang cukup singkat. Najwa Shihab dan kawan-kawan artis pun tak ketinggalan, melalui konser dari rumah, mampu menghimpun dana yang cukup fantastis lebih dari 9 miliar!

Berbagai elemen masyarakat yang memiliki kemampuan lebih baik materi, influence maupun kemampuan kordinasi bergerak melalui banyak cara. Baik lewat media sosial maupun tindakan-tindakan yang dapat dilakukan perorangan seperti kepedulian memberikan makanan kepada ojek online, pemberian handsanitizer, bahkan muncul badan/individu yang bersedia menanggung kebutuhan pokok pasien covid jika ia seorang tulang punggung. Sumbangan kepada Badan Penanggulangan Bencana Milik pemerintah juga dilakukan masyarakat Indonesia. Semua memiliki satu tujuan solid untuk saling membantu dalam menghadapi pandemi ini!

Solidaritas Sosial

Menurut Durkheim (dalam Lawang, 1994: 181), solidaritas sosial merupakan suatu kondisi hubungan antar individu dan atau kelompok yang dengan dasar dari perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan dikuatkan oleh pengalaman emosional bersama. Dalam kondisi saat ini, beban bersama yang dirasakan, sama-sama takut akan virus, sama-sama memikirkan pengasilan yang tersendat, serta kesamaan lain yang dialami hampir semua masyarakat  menimbulkan rasa  empati yang diimplementasikan melalui berbagai tindakan sosial.

Solidaritas sosial sendiri tercermin dari kehidupan keseharian warga, tentu kehidupan di desa/masyarakat yang lebih tradisonal berbeda dengan kehidupan di masyarakat kota. Dalam istilah Durkheim solidaritas mekanis dengan ciri memiliki kesadaran kolektif yang masih tinggi dan biasanya terdapat pada msyarakat tradisional dimana belum banyaknya pembagian kerja di wilayah tersebut.  Sementara  jenis solidaritas yang kedua adalah solidaritas organik, banyak terlihat di perkotaan di mana pembagian kerja telah kompkeks. Pada solidaritas organik kesadaran kolektif tidak terlalu kuat dan lebih kepada ketergantungan akan  kebutuhan hidup dan kepentingan masing-masing. Durkheim berpandangan struktur pembagian kerja di suatu masyarakat akan membentuk corak solidaritas sosial yang khas masyarakat itu, (Samuel Haneman, 2010: 38).

Jakarta yang merupakan kota metropolitan dan pusat pemerintahan, spesialiasi pekerjaan merupakan konsekuensi yang tercipta. Tak dapat dipungkiri tingkat individualitas cukup tinggi dan naluri kesadaran kolektif yang cukup rendah. Menariknya ciri solidaritas perkotaan yang dianggap berdasarkan kepentingan  seakan-akan dipudarkan dengan  tindakan -tindakan solidaritas sosial yang dilakukan masyarakat saat ini. Berbagai aksi nyata yang dilakukan berbagai elemen masyarakat tentu patut kita syukuri, falsafah hidup bangsa Pancasila, salah satunya nilai gotong-royong ternyata masih tertanam kuat di diri masyarakat indonesia.

Gotong-royong muncul kuat di tengah kondisi pandemi ini. Solidaritas sosial perkotaan yang biasanya hanya berdasarkan kepentingan dan kebutuhan pribadi ternyata tidak selamanya berlaku pada masa-masa tertentu. (meskipun masih banyak individu yang memiliki egoisme tinggi seperti melakukan panic buying).

Lantas sebagai warga negara biasa, apa yang dapat kita lakukan jika kita tidak memilliki berbagai kemampuan lebih baik materi, influence, maupun kordinasi ataupaun keterampilan? Ya tentu tetap solid untuk #DIRUMAH SAJA dan jikalau tak ada pilihan lain tetap mematuhi anjuran social/physical distancing dan berbagai aturan lainya.

Bagi sebagian orang dirumah saja yang menjadi cara utama dalam memutus mata rantai penyebaran virus corona mungkin bukan hal yang terlalu berat untuk diterapkan. Hal ini karena #dirumahaja telah menjadi rutinitas harian. Namun bagi sebagian orang lainya terutama masyarakat perkotaan, rutinitas harian yang biasa berjalan dari luar rumah, mulai dari bekerja, sekolah, atau bahkan sekedar sosialisasi hangout khas masyarakat urban dengan tiba-tiba berubah dan mewajibakan diri untuk berada di rumah saja. Namun disinilah bentuk solidaritas nyata kita pada semua.

Dengan di rumah saja, kita telah berkontribusi membantu pemerintah, dokter, tenaga medis yang berjuang di garda terdepan untuk memutus penyebaran virus ini. Di rumah saja juga sebagai bukti dan ikhtiar kita dalam menjaga diri, keluarga, dan lingkungan dalam menghadapi dan menyelesaikan kondisi pandemi ini.

Mari kuatkan solidaritas untuk bersama menghadapi kondisi pandemi ini!


*) Oleh Amanda Fatimah Shihab, Sosiologi UNJ, sedang melanjutkan kuliah Ilmu Politik, bekerja sebagai Makeup Art: @amandashihab_makeup