Ketika Syaikh Sya’rawi Berdiri Sendirian Menentang Kebijakan Raja Saud yang Akan Memindahkan Maqam Ibrahim

Laduni.ID, Jakarta - Dikisahkan dalam banyak tulisan para jurnalis timur tengah, bahwa tahun 1954 menjadi saksi peristiwa penting dalam sejarah Masjidil Haram. Seiring membludaknya jumlah jamaah haji, Kerajaan Saudi berencana melakukan perluasan kawasan mathaf, area tempat thawaf mengelilingi Kakbah. Salah satu keputusan yang mengejutkan adalah rencana pemindahan Maqam Ibrahim, tempat berdirinya Nabi Ibrahim 'alaihis salam ketika membangun Kakbah.
Keputusan ini diambil berdasarkan fatwa mayoritas ulama Saudi, dengan dalih memperluas ruang gerak jamaah agar tidak berdesak-desakan. Bahkan bangunan baru sebagai tempat pemindahan sudah dibangun, dan waktu pelaksanaan tinggal empat hari lagi.
Namun di tengah kebulatan keputusan tersebut, muncul satu suara keberatan. Bukan dari tokoh politik atau aktivis, melainkan dari seorang ulama asal Mesir yang menjadi dosen di Fakultas Syari’ah Makkah kala itu, yakni Syaikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi. Beliau adalah ulama kenamaan Al-Azhar yang dikenal karena ilmunya yang dalam dan kepeduliannya yang tinggi terhadap warisan syariat.
Begitu mendengar kabar ini, Syaikh Sya’rawi merasa tergerak hatinya. Beliau menilai pemindahan Maqam Ibrahim bukanlah sekadar perubahan fisik, tapi menyangkut integritas syariat dan penghormatan terhadap peninggalan para nabi. Beliau pun mengusulkan kepada kolega sesama delegasi Al-Azhar untuk turun tangan menggagalkan rencana ini. Namun mereka menolak, dengan alasan keputusan sudah bulat dan intervensi akan berakibat pada ketegangan politik yang lebih besar.
UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN
Support kami dengan berbelanja di sini:
Memuat Komentar ...