Covid-19 dan Dampaknya pada Transaksi Mata Uang Asing di Indonesia

 
Covid-19 dan Dampaknya pada Transaksi Mata Uang Asing di Indonesia

LADUNI.ID, Jakarta - Pada pertengahan tahun 2020 hampir seluruh dunia sudah terserang oleh Virus Covid-19. Pandemi Covid-19 ini menyebar ke seluruh penjuru dunia dengan sangat cepat. Hampir seluruh negara di dunia terkena Virus Covid-19 ini. Tak terkecuali dengan negara kita yaitu Negara Republik Indonesia. Indonesia mengumumkan bahwa orang yang pertama kali positif Covid-19 pada 3 Maret 2020. Virus Covid-19 ini menyebar sangat cepat di Indonesia.

Per tanggal 18 Desember 2020 jumlah warga negara Indonesia yang terinfeksi Virus ini berjumlah 650.197 kasus. Data ini dihitung dari awal kasus Virus Covid-19 yang ada di Indonesia. Dengan jumlah kasus yang begitu banyak maka posisi negara Indonesia berada di urutan ke-20 dunia dengan jumlah kasus terbanyak. Pandemi Covid-19 ini mengahantam seluruh sektor yang ada di Indonesia tak terkecuali sektor keuangan dan sektor pasar valuta asing yang ada di Indonesia.

Pandemi Covid-19 menhantam sektor pasar keuangan negara Indonesia. Tanda yang dapat dibuktikan pada kondisi ini adalah turunnya pembawaan Uang Kertas Asing (UKA) dari dan keluar Indonesia, serta transaksi mata asing di Indonesia. Menurut Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia DKI Jakarta Onny Widjanarko mengatakan bahwa tren penurunan transaksi mata uang asing di Indonesia sudah nampak pada kuartal I tahun 2020.

Menurut Data Kpw BI pada kuartal I tahun 2020 mengalami penurunan tren dibandingakan pada kuartal IV tahun 2019. Pada Kuartal IV tahun 2019 menurut data KPw BI pembawaan UKA yang masuk dan keluar Indonesia sebesar Rp25,7 Triliun. Jumlah ini terdiri dari uang keluar sebesar Rp8,5 Triliun dan uang masuk sebesar Rp17,2 Triliun. Berbeda apabila dibandingkan dengan pada kuartal I tahun 2020 yang mengalami penurunan.

Sementara, pada kuartal I tahun 2020 pembawaan Uang Kertas Asing yang masuk dan keluar di Indonesia sebesar Rp19,9 Triliun. Jumlah ini terdiri dari uang keluar sebesar Rp6,1 Triliun dan uang masuk sebesar Rp13,8 Triliun. Sehingga berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada Kuartal I tahun 2020 mengalami  penurunan sebesar 22,56 persen bila dibandingkan dengan Kuartal IV tahun 2019. Tren penurunan  juga berlanjut pada Kuartal II tahun 2020 dimana pada masa tersebut sekitar 61,80 persen menjadi Rp7,6 Triliun. Jumlah ini terdiri dari uang keluar sebesar Rp6,2 Triliun dan uang masuk sebesar Rp1,4 Triliun.

Selain dalam bentuk fisik, penurunan juga terjadi pada transaksi mata uang asing pada sistem pembayaran dan kegiatan layanan mata uang asing. Pada Januari 2020, total transaksi mata uang asing tercatat sebesar Rp65,83 triliun. Lalu turun di Februari menjadi Rp54,57 triliun. Sempat naik tipis pada Maret ke Rp54,93 triliun, namun kembali jatuh ke level Rp29,31 triliun pada April. Penurunan makin dalam menjadi hanya Rp25 triliun pada Mei 2020. Namun, Onny menuturkan periode April dan Mei adalah posisi terendah transaksi mata uang asing. Setelah lewat titik terendah itu, transaksi sudah mulai meningkat menjadi Rp41,83 triliun pada Juni.

Money changer merupakan layanan jual beli uang kertas asing. Dengan adanya penurunan transaksi mata uang asing ini pun berdampak pada sektor usaha tempat penukaran atau yang dikenal dengan istilah money changer. Penukaran uang yang terjadi di money changer yang ada di Indonesia mengalami penurunan. Penurunan penukaran uang yang ada di Indonesia sangat terlihat pada money changer yang berada di Provinsi Bali.

Para pengusaha money changer yang berada di Provinsi Bali mengalami penurunan omset per harinya. Seperti yang dialami oleh pengusaha money changer yang bernama Alvian Samprow. Penghasilan yang diterimanya mengalami penurunan drastis bahkan bisa sampai Rp0 penghasilan per harinya. Jika dilihat jauh sebelum adanya pandemi Covid-19 penghasilan yang diperoleh oleh Alvian sebesar Rp500 Ribu perharinya atau sekitar Rp12juta - 15 juta perbulannya.

Penurunan transaksi atau penukaran uang pada money changer ini disebabkan karena adanya pandemi Covid-19. Efek dari adanya Pandemi Covid-19 yang menyebar sampai Provinsi Bali adalah banyak tempat pariwisata yang ditutup. Dengan keadaan banyak tempat pariwisata yang ditutup mengakibatkan turis atau wisatawan mancanegara (luar negeri) tidak berwisata ke pulau Bali. Yang mengakibatkan para pengusaha money changer mengalami penururunan pendapatan.

Pada saat ini pemasukan atau pendapatan para pelaku usaha money changer berasal dari wisatawan lokal yang menukarkan uang ke uang yang lebih baru dan para turis atau wisatawan mancanegara yang saat ini tertahan di Pulau Dewata.(*)

***

Penulis: Ahmad Ainul Yaqin
Editor: Muhammad Mihrob