Khutbah Jumat: Iri Hati yang Baik

 
Khutbah Jumat: Iri Hati yang Baik
Sumber Gambar: Koleksi Laduni.ID

KHUTBAH PERTAMA:

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ  أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ. (البقرة: ١٥٥-١٥٧(

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Mengawali khutbah ini khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada kita semua jama’ah untuk senantiasa berupaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dengan segenap keteguhan hati dan kemantapan jiwa, dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan dengan penuh ketabahan dan kesabaran serta menjaga kerukunan antar sesama umat manusia.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

عَنْعَبْدِاللَّهِبْنَمَسْعُودٍقَالَقَالَالنَّبِيُّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَ: لاَحَسَدَإِلاَّفِياثْنَتَيْنِرَجُلٌآتَاهُاللَّهُمَالاًفَسُلِّطَعَلَىهَلَكَتِهِفِيالْحَقِّوَرَجُلٌآتَاهُاللَّهُالْحِكْمَةَفَهُوَيَقْضِيبِهَاوَيُعَلِّمُهَا (متّفَقعليه)

Artinya: Hadis dari Abdullah bin Mas’ud r.a. memberitakan: Nabi s.a.w. bersabda: “Tidak ada iri hati (yang baik) kecuali dalam dua hal; (1) terhadap seseorang yang telah dikarunia harta oleh Allah, kemudian ia membelanjakannya di jalan yang hak (benar) dan (2) terhadap seseorang yang telah dikarunia hikmah (ilmu) oleh Allah, kemudian ia mengamalkan ilmu tersebut dan mengajarkannya. (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 71 dan Muslim: 1352. teks hadis di atas riwayat al-Bukhari)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

1. Pengertian Iri Hati

Kata Hasad (iri hati) dalam hadis ini adalah hasrat yang sangat kuat untuk memperoleh suatu nikmat sebagaimana yang telah diperoleh oleh orang lain. Apabila hasrat dan keinginan itu tidak mengharapkan lenyapnya kenikmatan yang dimiliki seseorang, maka disebut dengan ghibthah (hasrat yang kuat). Akan tetapi apabila ia menghendaki kenikmatan itu lenyap dari seseorang dan hanya mengharap menjadi miliknya semata, maka sikap tersebut disebut hasad (dengki). (Al-Munawir: 1984: 1068). Sedangkan kata al-Hikmah adalah sikap bijaksana yang didasarkan pada ilmu atau pengetahuan yang dalam dan luas.

Baca juga: Khutbah Jumat: Hak Hidup Bertetangga

Pengertian hasad secara lebih luas adalah menggandrungi suatu nikmat dan keberhasilan yang diraih orang lain dan ia mengharapkan agar karunia itu lenyap dari pemiliknya. Atau lebih jauh lagi ia menghendaki agar pemilik nikmat itu menderita kerugian atau celaka. Orang yang bersikap hasad selalu mengharapkan agar orang lain celaka dan mengharap hanya dirinyalah yang sukses. Ia merasa sangat berbahagia apabila orang lain ditimpa kesulitan atau kecelakaan, dan merasa sakit serta sedih apabila orang lain meraih kesuksesan.

Larangan bersikap hasad banyak disebutkan dalam al-Qur’an maupun al-Sunnah, dalam salah satu ayat misalnya disebutkan:

وَلاَ تَتَمَنَّوْاْ مَا فَضَّلَ اللّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُواْ وَلِلنِّسَاء نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُواْ اللّهَ مِن فَضْلِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيماً -٣٢

Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.” (QS. al-Nisa, 4:32)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

2. Iri Hati yang Baik dan Terpuji

Semua sikap iri atau dengki adalah bersifat buruk, kecuali dalam dua hal sebagaimana yang disebutkan dalam hadis di atas, yaitu; (1) terhadap orang yang dikarunia oleh Allah rizki yang berlimpah, sehingga ia memiliki harta kekayaan yang ia belanjakan untuk berbagai hal yang baik dan sesuai dengan ajaran agama, seperti untuk pembangunan tempat-tempat ibadah, beasiswa anak-anak miskin, santunan anak-anak yatim, yayasan pendidikan, kegiatan dakwah serta pendidikan Islam. Ia membelanjakan hartanya dalam rangka bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah swt. Membelanjakan harta untuk keperluan yang tidak sesuai dengan ajaran agama atau untuk hal yang sia-sia dilarang dalam ajaran Islam.

Baca juga: Khutbah Jumat: Makna Hakiki Puasa Ramadhan di Tengah Pandemi Covid-19

Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a., yang dimaksud dengan ‘hikmah’ adalah al-Qur’an yang selalu dibaca dan ajarannya dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Nabi s.a.w. bersabda:

لاَحَسَدَإِلاَّفِياثْنَتَيْنِرَجُلٌعَلَّمَهُاللَّهُالْقُرْآنَفَهُوَيَتْلُوهُآنَاءَاللَّيْلِوَآنَاءَالنَّهَارِفَسَمِعَهُجَارٌلَهُفَقَالَلَيْتَنِيأُوتِيتُمِثْلَمَاأُوتِيَفُلاَنٌفَعَمِلْتُمِثْلَمَايَعْمَلُوَرَجُلٌآتَاهُاللَّهُمَالاًفَهُوَيُهْلِكُهُفِيالْحَقِّفَقَالَرَجُلٌلَيْتَنِيأُوتِيتُمِثْلَمَاأُوتِيَفُلاَنٌفَعَمِلْتُمِثْلَمَايَعْمَلُ (رواهالبخاريوأحمد)

Artinya: “Tidak ada iri hati (yang baik) kecuali dalam dua hal; (1) terhadap seseorang yang Allah telah mengajarkan kepadanya al-Qur’an, kemudian ia membacanya di waktu malam dan di waktu siang, lalu tetangganya mendengarkannya seraya berkata: “Semoga diberikan kepadaku sebagaimana yang diberikan kepada si Fulan, maka aku akan mengamalkannya sebagaimana ia mengamalkannya.” (2) Terhadap seseorang yang Allah telah memberikan harta kepadanya, kemudian ia menghabiskan harta itu di jalan yang hak (benar). Maka berkatakah seseorang: “Semoga aku dikaruniai sebagaimana yang dikaruniakan kepada si Fulan, maka aku akan mengamalkannya sebagaimana yang ia amalkannya.” (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 4638 dan Ahmad: 9824. teks hadis di atas riwayat al-Bukhari)

Baca juga: Khutbah Jumat: Memahami Shalawat Kepada Nabi Muhammad SAW


Orang yang telah memperoleh ilmu dan hikmah akan memperoleh berbagai macam kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Allah berfirman:

يُؤتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْراً كَثِيراً وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ -٢٦٩

Artinya: “Allah menganugerahkan hikmah (pemahaman yang mendalam tentang al-Qur'an dan al-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugrahi hikmah itu, sesungguhnya ia telah diberi kebajikan yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (QS. al-Baqarah, 2:269)     

Baca juga: Khutbah Jumat: Manusia Munafik

Terhadap dua kelompok orang yang memiliki ilmu dan hikmah, kemudian ia mengamalkan ilmu itu dan mengajarkannya pada orang lain, juga terhadap orang yang memiliki harta yag banyak dan kemudian ia membelanjakannya di jalan Allah, maka kita harus bersikap iri terhadap mereka, dalam arti iri yang positif. Kalau mereka bisa melakukan seperti itu, kenapa kita tidak bisa. Dengan sikap iri yang positif itulah kita akan terus berusaha agar memiliki kemampuan seperti dua kelompok orang yang sangat terpuji itu, baik di dunia maupun di akhirat.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

3. Sugesti untuk Mencari Ilmu dan Hikmah

Hadis-hadis di atas menunjukkan betapa besarnya sugesti ajaran agama agar kita meningkatkan kemampuan diri dalam meraih ilmu, hikmah, dan harta kekayaan yang semua itu diperuntukkan bagi kebaikan dan jalan yang diridhai Allah s.w.t.

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ibnu Majah, digambarkan ada empat kelompok orang dalam menyikapi dua kelompok yang terpuji tadi. Dua kelompok dari mereka akan memperoleh pahala yang sama dan dua kelompok lainnya akan mendapat dosa yang sama. Nabi s.a.w. bersabda:

مَثَلُهَذِهِالْأُمَّةِكَمَثَلِأَرْبَعَةِنَفَرٍ؛رَجُلٍآتَاهُاللَّهُمَالًاوَعِلْمًافَهُوَيَعْمَلُبِعِلْمِهِفِيمَالِهِيُنْفِقُهُفِيحَقِّهِ،وَرَجُلٍآتَاهُاللَّهُعِلْمًاوَلَمْيُؤْتِهِمَالًافَهُوَيَقُولُلَوْكَانَلِيمِثْلُهَذَاعَمِلْتُفِيهِمِثْلَالَّذِييَعْمَلُ،

فَهُمَافِيالْأَجْرِسَوَاءٌ،وَرَجُلٍآتَاهُاللَّهُمَالًاوَلَمْيُؤْتِهِعِلْمًافَهُوَيَخْبِطُفِيمَالِهِيُنْفِقُهُفِيغَيْرِحَقِّهِ،وَرَجُلٍلَمْيُؤْتِهِاللَّهُعِلْمًاوَلَامَالًافَهُوَيَقُولُلَوْكَانَلِيمِثْلُهَذَاعَمِلْتُفِيهِمِثْلَالَّذِييَعْمَلُ،فَهُمَافِيالْوِزْرِسَوَاءٌ(رواهابنماجه)

Artinya: “Perumpamaan umat ini seperti empat macam orang; (1) Seorang yang telah diberi ilmu dan harta oleh Allah, kemudian ia amalkan ilmunya dan ia infakkan hartanya ke jalan yang hak (benar). (2) Seorang yang telah dikarunia ilmu oleh Allah, tetapi tidak dikarunia harta, lalu ia berkata: “Sekiranya aku memiliki harta seperti orang itu, maka aku akan mengerjakan seperti apa yang ia kerjakan.” Keduanya memperoleh pahalanya yang sama. (3) Seorang yang telah diberi harta oleh Allah, tetapi tidak diberi ilmu, lalu ia menghabiskan hartanya di jalan yang tidak hak (benar). (4) Seseorang yang tidak diberi ilmu dan harta oleh Allah, ia berharap: “Sekiranya aku memiliki seperti itu, maka aku akan mengamalkannya seperti yang ia amalkan. Keduanya memperoleh dosa yang sama.” (Hadis Shahih, Riwayat Ibnu Majah dari Abu Kabsyah al-Anmari: 4218)   

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.

 أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA:

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

DO’A KHUTBAH:

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ