Pelaku Selingkuh Itu Cacat Moral

 
Pelaku Selingkuh Itu Cacat Moral
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Aku punya hipotesis begini, kenapa hubungan antara pelaku selingkuh dan selingkuhannya itu kerap tidak bertahan lama? (ini setelah si pelaku selingkuh memutuskan pasangan resminya untuk melanjutkan hubungan bersama selingkuhan, ya).

Karena, kalau misalnya kamu selingkuh, nih, pasti kamu ketemu dengan seseorang yang kadar respectnya terhadap suatu hubungan itu sama dengan kamu. Alias nol, zero.

Kalian kan menjalin hubungan dengan orang yang terbukti sama-sama tidak mampu respect dengan komitmen antar manusia.

Ya, gimana mau bertahan di hubungan kalian sendiri? Kalau di psikologi nih, tindakan (behavior) itu:

1. Merupakan sample yang mewakili behavior lain yang sama di tempat dan waktu yang berbeda. Jadi settingnya mungkin beda, tapi behaviornya 'ajeg', across time across situation.

2. Behavior itu pola, dan pola itu berulang. Menetap. Tidak mudah berubah.

3. Behavior di masa depan bisa diprediksi dari behavior di masa kini.

Tidak percaya? Ya, tidak apa-apa juga. Tapi, inilah yang kupelajari di Fakultas Psikologi.

Gimana bisa seorang selingkuhan merasa dia beruntung, sementara dia sendiri melihat pasangan resmi si tukang selingkuh ini sama sekali gak beruntung? (karena disakiti, ditinggal, dll).

Harusnya konsisten atas "ketidak-beruntungannya" dong. Kan, orangnya sama.

Pelaku selingkuh itu cacat moral yang belum beres dengan dirinya sendiri. Mereka sanggup melakukan segala cara, termasuk menyakiti orang lain, demi meraih tujuan pribadinya sendiri. Empatinya patut dipertanyakan.

Jadi, apa yang bisa seorang selingkuhan harapkan dari manusia yang cacat moral kayak gitu? Pelaku selingkuh berbohong pada semua orang, tapi selingkuhannya berharap si pelaku selingkuh gak akan berbohong padanya.

Jadi, kebohongan, pengkhianatan, dan perilaku amoral si tukang selingkuh berlaku bagi semua orang di dunia ini, kecuali bagi selingkuhannya? Haha mimpi. Itu eksklusifitas semu.

Gak mungkin seorang tuna empati tiba-tiba langsung punya segudang empati ke orang tertentu (kecuali kalau ada maunya yaaa, itu mah akting dikit-dikit juga bisa).

So, to the "other women" and "other men" out there. Let it go. Realizing that you deserve better should be an enough closure.

Suatu hubungan itu membutuhkan kepercayaan, kejujuran, kemampuan komunikasi, dan hormat terhadap komitmen.

Kamu sudah tahu tak akan bisa mendapatkan sedikitpun hal tersebut dari seorang pelaku selingkuh.

Leave! You're doomed.

"Tapi lho, dia gak ada pilihan lain kecuali selingkuh."

Gak ada pilihan lain? Terus konseling berdua (couple counseling) itu apa fungsinya? Juga ada opsi pergi ke terapis pasangan, atau berkomunikasi hati ke hati dengan jujur. Bahkan ada opsi putus/bercerai. Siapapun selalu punya pilihan yang lebih baik daripada melakukan perselingkuhan. No one deserves that.

Batas selingkuh itu apa? Chat, obrolan, pertemuan, dan apapun yang kamu ngerti pasanganmu gak akan suka, gak terima jika mengetahuinya. Makanya, kamu hapus, kamu tutupi, dan kamu sangkal kalau doi tanya.

Ah, hubungan memang bukan untuk orang yang belum dewasa, tidak punya empati, dan belum beres dengan dirinya sendiri.

Ternyata saat ini masih banyak yang membenarkan perselingkuhan. Eh, nggak membenarkan sih. Tetap mengakui itu salah, namun tidak apa-apa dilakukan karena alasannya valid; pasangannya nyebelin lah, aslinya berjodoh sama orang lain lah, sampai alasan "kalau pasangan resmiku tidak tahu, kan tidak akan ada yang tersakiti di sini," mantap.

Aku tuh, gimana ya. Kadang heran sendiri sama “kompas moral” sebagian orang. Kok sanggup gitu, lho, melakukan hal itu. Apa ya bisa tidur di malam hari, setelah tahu kalau kamu melakukan hal yang salah tapi tetep digas aja dengan bermacam alasan.

Gak suka lagi sama orang? Omongin, cari jalan keluar, kalau tidak ada jalan keluar ya sudah, pisah. Mau gimana lagi? Ya mungkin pisah itu akan lebih sakit, tapi kan bisa sembuh juga akhirnya. Dan itu masih jauh lebih benar dan bermoral daripada selingkuh yang berpotensi menyisakan trauma pada korban.

Kok jadi milih opsi yang aneh kayak selingkuh sih? It hurts people. Stop it. You are willing to hurt people as a mean to achieve your personal end. What a hell.

"Tapi kita sudah sepakat, masing-masing boleh selingkuh," ya kalau sepakat namanya bukan selingkuh! Itu "open relationship" atau "partner with benefit". Selingkuh itu tindakan yang gak disepakati, gak ada consent. Otaknya dipake bos.

 

Oleh: Asa Firda Inayah

Sumber: https://www.facebook.com/afinihaya/posts/1925399937619255