Penjelasan Ulama Mazhab Hambali Tentang Murtad

 
Penjelasan Ulama Mazhab Hambali Tentang Murtad
Sumber Gambar: Foto (ist)

Laduni.ID Jakarta –  Syekh Muwaffaquddin Abdullah ibn Ahmad ibn Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali (w 620 H), dalam kitab al-Mughni, h. 307, berkata: “Bab hukum orang murtad. Orang murtad ialah orang yang menjadi kafir setelah Islam. Maka barangsiapa menyekutukan Allah, atau mengingkari ketuhanan-Nya, atau keesaan-Nya (artinya bahwa Allah tidak menyerupai segala apapun dari makhluk-Nya), atau mengingkari salah satu sifat-dari sifat-sifat-Nya, atau menjadikan bagi-Nya seorang istri, atua seorang anak, atau mengingkari seorang Nabi (yang telah disepakati kenabiannya), atau mengingkari salah satu kitab dari kitab-kitab Allah (yang diturunkan kepada sebagian Nabi-Nya), atau mengingkari sesuatu yang (nyata) sebagai bagian dari kitab-Nya tersebut, atau mencaci-maki Allah, atau mencai-maki Rasul-Nya; maka orang tersebut telah menjadi kafir. Dan barangsiapa mengingkari kewajiban shalat lima waktu, atau sesuatu yang jelas merupakan bagian dari shalat lima waktu tersebut, atau menghalalkan perbuatan zina, atau khamar, atau menghalalkan beberapa perkara yang nyata sebagai perkara-perkara haram dan telah disepakati tentang keharamannya; maka jika karena (benar-benar) bodoh maka harus diajarkan kepadanya, namun jika ia telah tahu maka ia menjadi kafir”.

Baca Juga: Hukum Melanjutkan Pernikahan dengan Suami yang Murtad Menurut Prof. Habib Quraish Shihab

ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻔﻘﻴﻪ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ ﻣﻨﺼﻮﺭ ﺑﻦ ﺇﺩﺭﻳﺲ ﺍﻟﺒﻬﻮﺗﻲ ‏( ﺕ 1051 ﻫـ ‏) ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺷﺮﺡ ﻣﻨﺘﻬﻰ ﺍﻹﺭﺍﺩﺍﺕ، ﺝ 3/386 ، ﻣﺎ ﻧﺼﻪ ”: ﺑﺎﺏ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻤﺮﺗﺪ، ﻭﻫﻮ ﻟﻐﺔ ﺍﻟﺮﺍﺟﻊ ، .. ﻭﺷﺮﻋﺎ ﻣﻦ ﻛﻔﺮ ﻭﻟﻮ ﻣﻤﻴﺰﺍ ﺑﻨﻄﻖ ﺃﻭ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩ ﺃﻭ ﻓﻌﻞ ﺃﻭ ﺷﻚ ﻃﻮﻋﺎ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻫﺎﺯﻻ ﺑﻌﺪ ﺇﺳﻼﻣﻪ “ ﺍﻫـ .

Syekh Manshur ibn Idris al-Buhuti, salah seorang ahli fiqih terkemuka dalam madzhab Hambali (w 1051 H), dalam kitab Syarh Muntaha al-Iradat, j. 3, h. 386 H, berkata: “Bab hukum seorang murtad. Murtad dalam makna bahasa adalah seorang yang kembali (dari Islam). Dan menurut syari’at adalah seorang yang menjadi kafir; walaupun ia seorang yang berumur mumayyiz, yang kekufurannya tersebut terjadi karena kata-kata, keyakinan (rusak), perbuatan, atau karena ia ragu-ragu; yang itu semua terjadi tanpa adanya paksaan, walaupun itu semua terjadi pada dirinya dan dia dalam keadaan bercanda; (maka ia menjadi kafir) setelah ia dalam Islam”.

ﻭﻗﺎﻝ ﺃﻳﻀﺎ ﻓﻲ ﻛﺸﺎﻑ ﺍﻟﻘﻨﺎﻉ ﻋﻦ ﻣﺘﻦ ﺍﻻﻗﻨﺎﻉ ﺝ 6/178 ﻣﺎ ﻧﺼﻪ : “ ﻭﺗﻮﺑﺔ ﺍﻟﻤﺮﺗﺪ ﺇﺳﻼﻣﻪ ﺑﺄﻥ ﻳﺸﻬﺪ ﺃﻥ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﻥ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ … ﻭﻫﺬﺍ ﻳﺜﺒﺖ ﺑﻪ ﺇﺳﻼﻡ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮ ﺍﻷﺻﻠﻲ ﻓﻜﺬﺍ ﺍﻟﻤﺮﺗﺪ ” ﺍﻫـ

Dalam kitab Kasy-syaf al-Qina’ ‘An Matn al-Iqna’, j. 6, h. 178, Syekh al-Buhuti berkata: “Taubat seorang yang murtad adalah dengan masuk Islam kembali dengan mengucapkan dua kalimat syahadat (Asyhadu an La Ilaha Illallah Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah). Hanya dengan jalan (mengucapkan dua syahadat ini) seorang kafir asli (yaitu seorang yang sebelumnya tidak pernah kafir) menjadi tetap (dianggap benar) keimananya, maka demikian pula hanya dengan jalan ini (mengucapkan dua kalimat syahadat) seorang murtad menjadi sah Islamnya”.

ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺑﺪﺭ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺑﻦ ﺑﻠﺒﺎﻥ ﺍﻟﺪﻣﺸﻘﻲ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ ‏( ﺕ 1083 ﻫـ ‏) ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﻣﺨﺘﺼﺮ ﺍﻻﻓﺎﺩﺍﺕ ﻓﻲ ﺭﺑﻊ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﻭﺍﻵﺩﺍﺏ ﻭﺯﻳﺎﺩﺍﺕ، ﺹ 514/ ﻣﺎ ﻧﺼﻪ ”: ﻓﺼﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺮﺗﺪ : ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﻛَﻔَﺮَ ﻭﻟﻮ ﻣﻤﻴﺰﺍ ﻃﻮﻋﺎ ﻭﻟﻮ ﻫﺎﺯﻻً ﺑﻌﺪ ﺇﺳﻼﻣﻪ “ ﺍﻫـ .

Syekh Muhammad ibn Badriddin ibn Balibban ad-Damasyqi al-Hanbali (w 1083 H) dalam kitab Mukhtashar al-Ibadat Fi Rub’i al-‘Ibadat Wa al-Adab Wa Ziyadat, h. 514, berkata: “Pasal; Tentang hukum seorang murtad. Seorang yang murtad ialah seorang yang menjadi kafir/keluar dari Islam walaupun ia seorang yang baru berumur mumayyiz; tanpa ada yang memaksanya, walaupun kejadian kufur tersebut dalam keadaan bercanda; (maka ia menjadi kafir) setelah ia dalam Islam”.

Baca Juga: Cemas karena Takut Murtad, Apa yang Harus Kulakukan?

ﻭﻗﺎﻝ ﺯﻳﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﻔﺮﺝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺷﻬﺎﺏ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺍﺑﻦ ﺭﺟﺐ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ ‏( ﺕ 795 ﻫـ ‏) ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺟﺎﻣﻊ ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ ﻭﺍﻟﺤﻜﻢ، ﺹ 148/ ، ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺴﺎﺩﺱ ﻋﺸﺮ : ” ﻓﺄﻣﺎ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﻛﻔﺮ ﺃﻭ ﺭﺩﺓ ﺃﻭ ﻗﺘﻞ ﻧﻔﺲ ﺃﻭ ﺃﺧﺬ ﻣﺎﻝ ﺑﻐﻴﺮ ﺣﻖ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﻓﻬﺬﺍ ﻻ ﻳﺸﻚ ﻣﺴﻠﻢ ﺃﻧﻬﻢ ﻟﻢ ﻳﺮﻳﺪﻭﺍ ﺃﻥ ﺍﻟﻐﻀﺒﺎﻥ ﻻ ﻳﺆﺍﺧﺬ ﺑﻪ ” ﺍﻫـ .

Imam Zainuddin Abu al-Faraj Abdurrahman ibn Syihabiddin ibn Ahmad ibn Rajab al-Hanbali (w 795 H), dalam kitam Jami’ al-‘Ulum Wa al-Hikam, h. 148, pada hadits ke 16, berkata: “…adapun perkara yang terjadi; semacam kufur, riddah/keluar dari Islam, membunuh, mencuri tanpa hak, dan semacam itu; maka perkara-perkara ini tidak ada seorang muslim-pun yang meragukan bahwa kejadian itu semua walaupun terjadi saat seseorang dalam keadaan marah maka tetap saja ia dikenakan hukuman”.

---------
Editor: Nasirudin Latif