Pembiayaan Dana Kesehatan di Masa Pandemi dan New Normal

 
Pembiayaan Dana Kesehatan di Masa Pandemi dan New Normal
Sumber Gambar: Economy Okezone

Laduni.ID, Jakarta – Hemat saya, biaya kesehatan dinilai sangat tinggi, mengingat manusia sehat semakin penting dirasakan keberadaannya. Hal ini terkait dengan pola pikir yang menyatakan tentang human investment. Di lain pihak biaya kesehatan terus menerus naik sedangkan kemampuan membayar semakin terbatas.

Ada 6 faktor yang menjadi penyebab meningkatnya biaya pengeluaran kesehatan, di antaranya tingkat inflasi, tingkat permintaan, perubahan pola penyakit, perubahan pola pelayanan kesehatan, perubahan hubungan dokter/spesialis dengan pasiennya, kemudian lemahnya mekanisme pengendalian biaya, dan penyalahgunaan asuransi kesehatan.

Sesuai Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota memiliki alokasi minimal sepuluh persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), di luar belanja pegawai (Biro Perencanaan dan Anggaran, Kemkes, 2013).

Pembiayaan dana kesehatan salah satunya adalah BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) yang merupakan badan hukum publik yang bertanggungjawab langsung kepada presiden, dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Bagi seluruh penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial), termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar.

Rencana pemerintah menaikan iuran BPJS di masa pandemi ini saya rasa kurang tepat, karena masyarakat kelas menengah dan kelas bawah menghadapi tekanan yang berat di masa dampak dari pandemi covid-19.

Di masa pandemi ini yang kita kenal dengan Covid-19, dana kesehatan sangat melonjak drastic. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menaikkan anggaran kesehatan dari Rp 182 triliun menjadi Rp 193 triliun. Hal ini merupakan kenaikan kedua yang dilakukan pemerintah dalam rangka menanggulangi penyebaran Covid-19 yang belakangan ini kian melonjak.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan anggaran kesehatan mulanya sebesar Rp 172 triliun dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021. Namun, pemerintah menaikkan menjadi Rp 182 triliun, dan kini kembali naik menjadi lebih dari Rp190 triliun.

Kenaikan anggaran ini diperlukan untuk kebutuhan diagnostik seperti testing dan tracing. Selain itu, pemerintah juga butuh dana lebih besar untuk membiayai perawatan pasien covid-19. Biaya perawatan sekarang ini sebanyak 236 ribu pasien.

Anggaran juga digunakan untuk insentif tenaga kesehatan seperti gaji dan lainnya, santunan kematian bagi keluarga yang kehilangan anggota keluarganya karena menangani pasien covid-19, hingga pembelian alat kesehatan seperti APD dan obat-obatan.

Lalu, anggaran kesehatan juga digunakan untuk membeli vaksin covid-19. Anggaran Rp 193 triliun digunakan untuk pengadaan 53,9 juta dosis vaksin dan bantuan JKN (jaminan kesehatan nasional) untuk 19,15 juta orang.

Anggaran juga dialokasikan untuk antisipasi pelaksanaan imuniasai sebesar Rp 3,7 triliun, penyediaan obat TB, HIV, AIDS dan vaksin 24 paket senilai Rp 2,77 triliun, pembangunan 971 gedung puskesmas dan pembangunan/rehabilitasi 559 RS (Rumah Sakit) Rujukan, sarana dan prasarana, laboratorium, litbang, dan PCR Kemenkes sebesar Rp 1,1 triliun dan BPOM Rp 0,1 triliun, prevalensi stunting hingga 21,1% dan perluasan prioritas intervensi pada 360 kota/kabupaten. Serta anggaran kesehatan juga ada dalam Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), Belanja Non-K/L (BUN), serta K/L lain sesuai fungsinya.

Di Tempat publik seperti sekolah, tempat ibadah, mall, bandara, stasiun, dan lain-lain perlu mengikuti standar new normal dengan menyediakan tempat cuci tangan, sabun maupun hand sanitizer dalam jumlah cukup serta termometer tembak. Pengadaan dan pemeliharaan fasilitas-fasilitas ini perlu dipikirkan biayanya.

Tidak ketinggalan untuk memulihkan kesehatan dan ekonomi Indonesia dengan terus disiplin jalankan protokol kesehatan 3M yaitu menggunakan masker, sering mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Pemulihan ekonomi tahun 2021 akan sangat bergantung pada penanganan dan perkembangan pandemi Covid-19. Satu pihak lain yang juga harus merancang pembiayaan baru di era new normal adalah lembaga penjamin kesehatan, seperti Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan maupun asuransi swasta.

Sementara ini, biaya pengobatan pasien positif Covid-19 rata-rata masih ditanggung oleh pemerintah. Namun, ke depannya pihak penjamin perlu memetakan ulang anggaran untuk diagnosis Covid-19 karena World Health Organization (WHO) telah memprediksi bahwa SARS-CoV-2 akan tetap ada selama beberapa tahun ke depan.

Saat ini, beberapa negara sudah melaporkan penurunan kasus positif Covid-19. Kita semua juga berharap agar Indonesia dapat segera mengalami penurunan jumlah kasus bahkan terbebas dari pandemi Covid-19. Dalam masa transisi ini, baiklah kita semua memikirkan ulang dan mempersiapkan anggaran kesehatan baru dengan cermat agar dapat menjalani masa new normal dengan lancar.

Oleh: Juniar Absa, Mahasiswi Universitas Nahdratul Ulama Indonesia


Editor: Daniel Simatupang