Anjuran dan Keutamaan Menikah di Bulan Syawal

 
Anjuran dan Keutamaan Menikah di Bulan Syawal
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Bulan Syawal yang menjadi bulan kesepuluh dalam penanggalan Hijriyah banyak dinantikan oleh umat Islam selepas menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Selain Hari Raya Idul Fitri yang jatuh setiap 1 Syawal, bulan ini biasanya juga dinantikan oleh banyak orang yang hendak melepas masa lajang, melaksanakan pernikahan.

Tidak jarang kita mendengar kerabat atau keluarga yang memutuskan untuk menikah di bulan Syawal karena diyakini bahwa bulan tersebut merupakan bulan yang baik untuk menikah. Sebab, dikisahkan dalam banyak riwayat Hadis, bahwa dahulu Rasulullah SAW melangsungkan pernikahan dengan Aisyah r.ha di bulan Syawal. Karena itu, Hadis tersebut menjadi rujukan bagi umat Islam untuk melaksanakan pernikahan di bulan Syawal. 

Berdasarkan Hadis itu pula, maka terdapat keutamaan yang bisa diraih melalui pernikahan di bulan Syawal. Bahkan, Sayyidah Aisyah r.ha juga senang menikahkan para wanita di bulan Syawal. Hal ini sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut:

عَنْ عَائِشَة رَضِيَ اللَّه عَنْهَا قَالَتْ: تَزَوَّجَنِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّال، وَبَنَى بِي فِي شَوَّال، فَأَيّ نِسَاء رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْده مِنِّي؟ قَالَ: وَكَانَتْ عَائِشَة تَسْتَحِبّ أَنْ تُدْخِل نِسَاءَهَا فِي شَوَّال

"Dari Aisyah r.ha, berkata: 'Rasulullah SAW menikahiku di bulan Syawal, dan mulai mencampuriku juga di bulan Syawal, maka istri beliau manakah yang kiranya lebih mendapat perhatian besar di sisinya daripada aku? Salah seorang perawi berkata, bahwa Aisyah merasa senang menikahkan para wanita di bulan Syawal."

Jika dikaji lebih mendalam soal ini, maka akan ditemukan penjelasan bahwa di dalam tradisi masyarakat Arab Jahiliyah, bulan Syawal itu dahulu dianggap sebagai bulan yang sial, termasuk untuk melangsungkan pernikahan. Alasannya karena di bulan Syawal, unta betina mengangkat ekornya sebagai tanda bahwa mereka tidak mau menikah. Selain itu juga sebagai tanda bahwa untuk menolak unta jantan yang mendekat. Keyakinan tersebut telah berlangsung turun temurun.

Adanya keyakinan tersebut membuat para perempuan juga menolak untuk dinikahi. Bahkan para wali juga tidak mau menikahkan putri mereka di bulan Syawal. Namun, Rasulullah SAW membantah anggapan dari masyarakat Jahiliyah tersebut dengan melaksanakan pernikahan di bulan Syawal. 

Keterangan ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir di dalam Kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah. Lalu ditegaskanlah bahwa Rasulullah SAW menikahi Aisyah r.ha untuk membantah keyakinan yang salah sebagian masyarakat ketika itu, yaitu tidak suka menikah di antara dua ‘Id (bulan Syawal dan juga termasuk bulan-bulan yang ada di antara Idul Fitri dan Idul Adha). Mereka khawatir akan terjadi perceraian jika tetap melangsungkan pernikahan di bulan tersebut. Padahal hal itu tidaklah bisa dibenarkan.

Pernikahan di Bulan Syawal Sesuai dengan Anjuran dalam Hadis

Belakangan ini umat Islam sudah banyak yang memahami hal ini, sehingga setiap bulan Syawal banyak yang melaksanakan pernikahan. Sepertinya kebiasaan ini telah menjadi tradisi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Muslim, khususnya di Indonesia. Tapi, harus dipahami bahwa menikah di bulan Syawal itu tidak hanya sebagai tradisi, melainkan juga merupakan anjuran yang sudah dijelaskan dalam Hadis Nabi Muhammad SAW.

Dalam mengomentari Hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah r.ha di atas, Imam An-Nawawi menegaskan di dalam Syarh Shahih Muslim, bahwa sesungguhnya di dalam Hadis tersebut terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga di bulan Syawal. Pendapat ini juga diikuti oleh mayoritas ulama Mazhab Syafi'i yang menegaskan adanya anjuran menikah di bulan Syawal berdasarkan Hadis tersebut.

Sebagaimana penjelasan Ibnu Katsir di atas, menurut Imam An-Nawawi juga demikian. Ketika menceritakan hal ini sebenarnya Aisyah r.ha bermaksud membantah apa yang diyakini masyarakat Jahiliyyah dahulu dan anggapan takhayul sebagian orang awam pada masa kini yang menyatakan kemakruhan menikah, menikahkan, dan membangun rumah tangga di bulan Syawwal. Semua anggapan ini adalah batil, tidak ada dasarnya dan anggapan ini termasuk peninggalan Jahiliyyah yang dikenal dengan sebutan Tathayyur (menganggap sial) suatu hal, dikarenakan penamaan Syawal terambil dari kata Al-Isyalah dan Ar-Raf’u (menghilangkan/mengangkat).

Anggapan “merasa sial” atau “Thiyarah/Tathayyur” adalah keyakinan yang kurang baik bahkan bisa mengantarkan seseorang kepada kesyirikan. Keyakinan seperti ini bertentangan dengan ajaran Islam, karena untung dan rugi adalah takdir Allah SWT yang tentu dibarengi dengan adanya hikmah.

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa anggapan sial pada sesuatu itu termasuk kesyirikan. Beliau pernah bersabda:

الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلَاثًا وَمَا مِنَّا إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ

“Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik -tiga kali-. Tidaklah di antara kita kecuali beranggapan seperti itu, akan tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakal.” (HR. Imam Abu Dawud)

Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda berikut:

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ الصَّالِحُ: الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ

“Tidak ada (sesuatu) yang menular (dengan sendirinya) dan tidak ada “Thiyarah”/ sesuatu yang sial (yaitu secara dzatnya), dan aku kagum dengan Al-Fa’lu As-Shalih, yaitu kalimat (harapan) yang baik.” (HR. Imam Bukhari)

Jadi, karena segala hal itu terjadi karena kehendak Allah SWT, maka tidak bisa menyandarkan sebab terjadinya sesuatu yang tidak baik, atau katakanlah sial, dengan adanya hal lain. Tetapi, meski demikian, berbeda dengan harapan baik yang mana hal itu merupakan sebuah kebaikan dan sesuatu yang dianjurkan. Maka, menikah di bulan Syawal dengan harapan mendapatkan keberkahan dan berniat sebagaimana menikahnya Rasulullah SAW dengan Aisyah r.ha di di bulan Syawal, tentu hal ini dianjurkan dan mendapatkan kesunnahan. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 02 Mei 2023. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Lisanto

Editor: Hakim