Seruan Mbah Sholeh Darat tentang Saadah Ba’alawi

 
Seruan Mbah Sholeh Darat tentang Saadah Ba’alawi
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Kiyai Haji Muhammad Sholeh bin Umar Darat Semarang (circa 1820-1903), selanjutnya disebut Mbah Sholeh Darat, menulis banyak karya. Beberapa karya itu berupa saduran, terjemahan, dan penjelasan terhadap teks Arab yang bagi konteks muslim Nusantara kala itu masih awam. Kekhasan Mbah Sholeh Darat, rata-rata karyanya disusun dalam Aksara Pegon yang kemudian tradisi ini dilanjutkan oleh para kiyai pesantren yang banyak menjadi muridnya.

Di film Kartini (2017) yang dibintangi aktris legendaris Dian Sastrowardoyo, Mbah Sholeh Darat merupakan guru Kartini dalam mengaji Al-Qur'an. Dalam adegan film itu, Mbah Sholeh naik delman malam hari ke kediaman Bupati Jepara dengan diantar santrinya. Dikisahkan, Mbah Sholeh juga mengarang kitab tafsir yang berjudul Faidlur Rahman atas usulan Kartini untuk pembaca seperti dirinya dan masyarakat pesisir pantai utara Jawa secara umum.

Kiyai Mahfudz Tremas yang menjadi salah satu guru utama Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari mencantumkan nama Kiyai Sholeh Darat dalam kitabnya yang berjudul Kifayatul Mustafid. Di dalamnya disebutkan bahwa Kiyai Mahfudz belajar kepada Mbah Sholeh Darat dan mengkhatamkan sejumlah kitab, di antaranya, Tafsir Al-Jalalain dua kali, Syarah As-Syarqawi tentang Kitab Al-Hikam, Kitab Wasilah At-Thallab dan Kitab Syarah Al-Maridini yang membahas tentang astronomi atau ilmu falak.

Tak banyak diketahui, ternyata Mbah Sholeh Darat memiliki pemikiran penting terkait Saadah Ba'alawi (Dzurriyah atau keturunan Rasulullah SAW). Hal ini termaktub dalam kitab beliau yang berjudul Sabilul 'Abid (393 halaman), yang merupakan syarah dari Kitab Jauhar At-Tauhid karya Syaikh Ibrahim Al-Laqqani (w. 1631). Di kitab itu, beliau menjelaskan pengertian keluarga Nabi menurut empat Imam Madzhab Fiqih, akhlak terhadap keluarga Nabi, serta hal-hal terkait di dalamnya.

Mbah Sholeh Darat berkata; "Wa 'ala kulli halin, kita kabeh ma'syiral mu'minin wajib demen, lan wajib hormat mulyaaken marang Ahlul Bait senajan pada ngelakani dhahire ing ma'shiat, kerana kita kabeh wajib husnudzan marang Ahlul Bayt Rasulullah kelawan sebab wes ana Nash Al-Qur'an yen Ahlul Bayt iku suci saking dusa maka dingen sucine timbang kelawan wujude dusa iki, maka fahamo to sira kerana alamate sa'adah iku mahabbah Ahlil Bayt lan alamate syaqawah iku bughdlu Ahlul Bayt, kerana demen marang Gusti Rasulullah iku dadi syarate iman, kerana dahuhe Gusti Kanjeng Rasulullah riwayat saking Al-Bayhaqi."

Jika disalin ke dalam Bahasa Indonesia, pernyataan beliau berbunyi seperti berikut ini:

"Jelasnya, kita segenap orang Mukmin wajib mencintai, menghormati, dan memuliakan Ahlul Bait, walaupun secara lahir mereka melakukan kemaksiatan. Kita semua wajib husnudhan atau berprasangka baik kepada Ahlul Bait. Karena telah disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Ahlul Bait suci dari dosa, maka lebih dulu ketetapan bersih dari dosa daripada adanya maksiat yang dilakukan. Pahamilah oleh kalian, karena di antara tanda-tanda kebahagiaan (sa'adah) seorang Mukmin adalah mencintai Ahlul Bait, dan tanda-tanda celakanya (syaqawah) seorang Mukmin adalah membenci Ahlul Bait. Mencintai Ahlul Bait merupakan syarat dari sahnya keimanan. Hal ini berdasar pada sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi."

Hadis yang dimaksud itu berbunyi:

لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَ تَكُوْنَ عِتْرَتِيْ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَ يَكُوْنَ أَهْلِيْ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَ تَكُوْنَ ذَاتِيْ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ

"Tidak sempurna iman seseorang sehingga kecintaannya kepadaku melebihi kecintaannya pada dirinya sendiri, keturunanku lebih dia cintai dibanding dirinya sendiri, dan keluargaku lebih dia cintai dibanding dirinya sendiri dan dzatku dia lebih dicintai dibanding diri sendiri." (HR. Imam Baihaqi).

Di Hadis lain terdapat keterangan yang menguatkan. Berikut ini redaksinya:

أَدِّبُوْا أَوْلَادَكُمْ عَلَى ثَلَاثَةِ خِصَالٍ: حُبِّ نَبِيِّكُمْ، وَ حُبِّ آلِ بَيْتِهِ، وَ تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ

"Ajarilah anak-anakmu tiga perkara: cinta kepada Nabi kalian, cinta kepada keluarga Nabinya, dan membaca Al-Qur’an."

"Tidak bisa dibenarkan jika orang yang mengaku mencintai Nabi Munammad SAW tetapi membenci keturunan Nabi, yakni anak cucu Sayyidina Ali dan Sayyidah Fathimah, dan Sayyidina Hasan dan Husain," tambah Mbah Sholeh Darat.

Lebih jelas, beliau juga menerangkan bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang yang telah ditetapkan sejak zaman azali akan menjadi orang yang beruntung. Maka maksiat yang dilakukan tidak mengubah ketetapan itu, karena di akhir hayatnya akan bertaubat dengan taubat nasuha. Kemudian, Ahlul Bait bukan karena ketaatan dan ibadah mereka, karena jika disebabkan hal itu, maka tidak akan ada perbedaan antara Ahlul Bait dengan selainnya. Kemuliaan mereka disebabkan nash "sabaqat lahum minnal husna," (telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami).

"Wahai saudaraku, jangan sekali-kali engkau menghina atau menyusahkan Ahlul Bait, hormati dan muliakanlah, walaupun secara lahir mereka melakukan maksiat, karena mungkin saja saat mendekati ajal, mereka bertaubat dan taubatnya diterima oleh Allah, maka wafatnya dalam keadaan husnul khatimah," tegas Mbah Sholeh.

Mbah Sholeh Darat menulis buah pikirannya ini agar para santri dan Muslim di negeri ini memahami peta keberislaman dengan baik. Kepada para keturunan Nabi, kita mesti memiliki adab dan akhlak yang semestinya. Pastinya Mbah Sholeh mempraktikkan apa yang telah dituliskannya itu. Hal ini beliau tegaskan lagi, agar kita di masa kini dan seterusnya bisa melanjutkan tradisi penghormatan kepada Saadah Ba'alawi.

Alhasil, ada dua pemahaman Mbah Sholeh yang bisa dipetik. Pertama, bahwa Mbah Sholeh mengakui Saadah Ba'alawi sebagai keturunan Nabi. Kedua, bahwa Mbah Sholeh memahami Saadah Ba'alawi sebagai keturunan Nabi itu bagian dari Ahlul Bait Nabi, yang oleh karenanya kecintaan kepada mereka mesti terus berlanjut bukan hanya pada keluarga Nabi dalam lingkup Ahlul Kisa' tapi juga kepada mereka selaku anak-cucu Nabi.

Mbah Sholeh mengakhiri pembahasan bab ini dengan sebuah catatan, bahwa para Sayyid Ba'alawi wajib menjalankan tuntunan kakek buyut mereka, yakni Nabi Muhammad SAW dan para ulama salafuss shalih. Sedangkan selain Bani Hasyim wajib memuliakan Ahlul Bait, dengan tidak hanya melihat secara dhohirnya saja. Dan setiap orang, baik Bani Hasyim maupun selainnya, wajib melaksanakan dan berpegang teguh pada adabnya masing-masing sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, harus mengerti mana Hadis yang objeknya kepada Ahlul Bait, mana yang kepada selainnya.

"Seperti seorang ayah dan anaknya, seorang anak harus memegang penuh adab seorang anak dan menjalankannya, begitupun sang ayah. Jangan sampai seorang anak berpegang pada adab sang ayah, begitu pula sebaliknya," pungkas Mbah Sholeh Darat. Wallahu A'lam. []


Penulis: Atunk F. Karyadi

Editor: Hakim