Nasihat Kehidupan dari Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah

 
Nasihat Kehidupan dari Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah SAW pernah bersabda:

 أَنَا مَدِيْنَةُ الْعِلْمِ وَعَلِيٌّ بَابُهَا فَمَنْ أَرَادَ بَابَهَا فَلْيَأْتِ عَلِيًّا

“Aku adalah kota ilmu, sedangkan Ali adalah pintunya. Siapa yang hendak menuju pintunya, maka datangilah Ali.”

Sayyidina Ali merupakan menantu sekaligus sepupu Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah orang tercerdas setelah Rasulullah. Pernyataan Nabi di atas adalah bukti akan kredibelitas keilmuan Sayyidina Ali. Karena itu, petuah-petuah Sayyidina Ali bisa kita ambil dan menjadi nasihat dalam menjalani kehidupan ini agar tidak terlenakan.

Banyak sekali nasihat Sayyidina Ali yang terurai dalam syair-syair indah. Nasihat ini disampaikan kepada umat Islam secara khusus, dan bahkan juga banyak menginspirasi para cendekiawan non muslim, seperti Annemarie Schimmel. Di pusara Annemarie ditulis nasehat Sayyidina Ali yang baginya sangatlah menginspirasi, yakni pernyataan:

اَلنَّاسُ نِيَامٌ فَإِذَا مَاتُوْا اِنْتَبَهُوْا

“Orang-orang itu sedang tertidur, dan ketika meninggal mereka baru tersadarkan.”

Selain nasihat tersebut, Sayyidina Ali juga pernah menyampaikan banyak nasihat yang direkam oleh banyak ulama di dalam kitab-kitab mereka, di antaranya sebagaimana yang tercatat di dalam Kitab Nashoihul Ibad karya Syaikh Nawawi Al-Bantani. Di dalam kitab ini terdapat syair-syair Sayyidina Ali yang berisi nasihat dahsyat tentang kehidupan ini.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhah mengatakan:

فَرْضٌ عَلَى النَّاسِ أَنْ يَتُوْبُوْا * لَكِنَّ تَرْكَ الذُّنُوْبِ أَوْجَبُ

وَالدَّهْرُ فِي صَرْفِهِ عَجِيْبُ * وَغَفْلَةُ النَّاسِ فِيْهِ أَعْجَبُ

وَالصَّبْرُ فِي النَّائِبَاتِ صَعْبُ * لَكِنَّ فَوْتَ الثَّوَابِ أَصْعَبُ

وَكُلُّ مَا يَرْتَجِى قَرِيْبُ * وَالْمَوْتُ مِنْ كُلِّ ذَاكَ أَقْرَبُ

Syair tersebut sangat dalam maknanya. Menyerukan setiap Muslim agar tidak sampai terlena di dalam kehidupan duniawi ini. Syair-syair di atas juga bisa dijabarkan lebih luas untuk mendapatkan makna yang terkandung didalamnya.

فَرْضٌ عَلَى النَّاسِ أَنْ يَتُوْبُوْا * لَكِنَّ تَرْكَ الذُّنُوْبِ أَوْجَبُ

Setiap manusia wajib bertaubat  

Tetapi meninggalkan dosa-sosa lebih diwajibkan

Tak ada manusia yang terlepas dari dosa, kecuali yang ma’shum seperti para Nabi dan Rasul. Karena itu, sangat dianjurkan bahkan diwajibkan untuk bertaubat dari segala hal yang menyebabkan dosa. Tetapi, ada yang lebih diwajibkan dari sekadar taubat. Tidak lain adalah meninggalkan dosa-dosa itu sendiri.

Dalam hal ini, taubat memang menjadi sarana untuk melebur dosa-dosa yang terlanjur. Allah berjanji akan mengampuni segala dosa. Karena itu, harapan tak boleh pupus. Sekalipun dosa seluas samudera, sebesar gunung-gunung. Tapi rahmat dan ampunan Allah lebih luas dan lebih besar. Sehingga siapapun yang telah tenggelam dalam perbuatan dosa tak boleh putus asa.

Di sisi lain, tak boleh memandang remeh dosa-dosa yang terlanjur dilakukan. Sekalipun dosa-dosa kecil, tapi harus selalu berusaha menghindari, sebab ini justru yang lebih dianjurkan dan lebih diwajibkan untuk menghindari dosa. Sekecil apapun dosa tersebut tak akan pernah luput dari penglihatan Allah. Dan kelak akan dipertanggungjawabkan.

Dari sini bisa diambil hikmah agar setiap manusia bisa bersifat hati-hati dan seimbang. Tak tenggelam dan putus asa sebab dosa-dosa yang menumpuk, tetapi pada saat yang sama juga tak boleh terlena dengan keagungan rahmat atau kasih sayang Allah yang akan mengampuni segala dosa. Dengan kata lain antara raja’ atau harapan mendapat pengampunan-Nya dan khauf atau takut atas murka-Nya, harus ditempatkan secara proporsional.

وَالدَّهْرُ فِي صَرْفِهِ عَجِيْبُ * وَغَفْلَةُ النَّاسِ فِيْهِ أَعْجَبُ

Masa yang terlintas begitu mengejutkan

Tapi yang lebih mengejutkan adalah kelalaian manusia

Seringkali kita tak sadar akan waktu yang terus berlalu. Sementara kesempatan demi kesempatan berbuat baik terlewat begitu saja. Seakan-akan memang lupa, tapi lebih tepatnya bisa dikatakan abai. Waktu terbuang sia-sia. Cepat berlalu dan tiba-tiba. Sementara kita tak menyiapkan apa-apa. Betapa meruginya sisa-sisa umur kita terbuang sia-sia. Sebab kematian adalah pasti. Tapi kepastian kita menghuni surga atau neraka, mendapat ridho atau murka-Nya kelak, adalah teka-teki. Karena itulah betapa mengherankan jika kita terbuai dalam kelalaian diri kita sendiri di dunia ini tanpa memperhatikan bekal kelak di kehidupan abadi, di akhirat.

وَالصَّبْرُ فِي النَّائِبَاتِ صَعْبُ * لَكِنَّ فَوْتَ الثَّوَابِ أَصْعَبُ

Bersabar saat musibah mendera karena memang berat

Tetapi bersabar agar tak kehilangan pahala  itu lebih berat

Sabar adalah media untuk menerima dengan lapang dada terhadap apapun yang dikehendaki Allah. Memang sangat berat, sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman di dalam Surat Al-Baqarah ayat 45:

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ

“Meminta tolonglah dengan sholat dan bersabar, namun hal itu memang berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk (dekat dengan-Nya).”

Bersabar saat ditimpa musibah memang berat, namun  yang lebih berat lagi adalah bersabar agar tak kehilangan pahala. Artinya dalam hal apapun, sabar bukan sekadar berlapang dada dan pasrah, tetapi juga menjaga hati agar tak kehilangan pahalanya. Sebab tak sedikit yang tertimpa musibah, mungkin bisa bersabar tapi tak sedikit yang karena hatinya tak terjaga, maka tak terasa pahala sabar lenyap seketika. Na’udzu billah.

وَكُلُّ مَا يَرْتَجِى قَرِيْبُ * وَالْمَوْتُ مِنْ كُلِّ ذَاكَ أَقْرَبُ

Segala hal yang diharapkan adalah sesuatu yang dekat belaka

Namun yang paling dekat dari semua itu adalah kematian saja

Dalam kehidupan ini segala hal yang diharapkan sangatlah dekat masanya. Sebab masa di dunia tak lebih dari sekadar lewat belaka. Namun, kematian selalu mengancam setiap saat. Lebih dekat dari apapun yang kita inginkan.

Sekali lagi, kematian itu adalah sebuah kepastian. Tapi nasib kita kelak di akhirat adalah teka-teki penuh tanda tanya. Apa yang diharapkan di dunia ini tak ada artinya sama sekali jika hanya sekadar untuk kepentingan dunia. Karena itu, lebih tepat untuk mempersiapkan diri dengan bekal kebaikan-kebaikan sebelum melakukan perjalanan panjang menuju kehidupan yang abadi.

Hidup ini terlalu hina jika hanya digunakan untuk hal-hal yang sia-sia. Hidup sekali, hiduplah yang berarti untuk menghadapi kematian yang pasti! Wallahu Al-Musta’an.[]


Penulis: Abd. Hakim Abidin

Editor: Atthallah Hareldi