Memahami Fungsi dan Penentuan BI Rate

 
Memahami Fungsi dan Penentuan BI Rate

LADUNI.ID, Jakarta - Seringkali kita mendengar kata-kata seperti ini: “Mumpung BI Rate turun, ini waktu yang pas untuk kredit rumah karena KPR-nya pasti murah”. Meski istilah finansial ini akrab di telinga dan terdengar seperti sangat berpengaruh pada hidup kita, namun banyak orang tidak tahu apa sebenarnya BI Rate, terlebih dampaknya pada kondisi finansial masyarakat luas.

Oleh karenannya, memahami BI Rate dalam hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari sangat penting. Maksudnya agar kita bisa mengambil pilihan dan keputusan atas perubahan yang terjadi dalam keuangan dalam negeri kita.

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate alias suku bunga Bank Indonesia (BI) merupakan kebijakan moneter (keuangan) yang ditetapkan BI setiap bulannya. Sebelum kebijakan ini ditetapkan, biasanya pada awal bulan, anggota dewan gubernur BI terlebih dahulu mengadakan rapat dewan gubernur bulanan.

Rapat tersebut membahas kondisi perekonomian dalam dan luar negeri secara keseluruhan dan merumuskan sikap BI terhadap kondisi tersebut melalui operasi moneter yang terlihat dalam besaran BI Rate.

BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada akhirnya suku bunga kredit perbankan. Penetapan BI Rate sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi. Bank Indonesia akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di atas sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

Fungsi BI Rate

Setelah mengetahui tentang pengertian BI Rate, sekarang waktunya memahami fungsi BI Rate dalam kehidupan ekonomi.

Pertama, mengontrol laju inflasi. BI Rate erat sekali hubungannya dengan inflasi. Ini karena inflasi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi penetapan BI Rate. Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga-harga secara terus menerus. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya peredaran mata uang di dalam negeri, jumlah produksi suatu barang dan jumlah peminatnya.

Untuk mengatasi meningkatnya harga-harga barang, pemerintah mensiasatinya dengan penetapan BI Rate untuk mengontrol laju inflasi. Caranya adalah dengan menekan peredaran uang. Apabila inflasi naik, BI Rate juga naik, setelah uang ditekan peredarannya, Bank Indonesia (BI) dapat menurunkan BI Rate.

Kedua, menjaga ekonomi tetap stabil. BI Rate sangat memengaruhi suku bunga acuan pada lembaga perbankan. Apabila BI Rate naik, suku bunga deposito dan kredit juga ikut naik. Hal ini juga berlaku sebaliknya, apabila BI Rate turun, suku bunga deposito dan kredit juga turun. Ini dilakukan agar terjadinya pemerataan suku bunga di semua lembaga perbankan berdasarkan dengan keadaan ekonomi saat ini.

Penentuan BI Rate

Setelah mengetahui tentang fungsi BI Rate. berikut jadwal penetapan dan penentuan BI Rate.

  • Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme RDG (rapat dewan gubenur) bulanan dengan cakupan materi bulanan.
  • Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan berlaku sampai dengan RDG berikutnya.
  • Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate) dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter dalam mempengaruhi inflasi.
  • Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG bulanan melalui RDG mingguan.

Besar Perubahan BI Rate, respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi BI yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan bps.

Salah satu kebijakan yang diambil oleh BI dalam mengatasi jumlah uang yang beredar agar diperoleh keseimbangan antara penawaran dan permintaan uang adalah suku bunga. Pemerintah akan mengurangi jumlah uang beredar dengan meningkatkan suku bunga, karena dengan suku bunga tinggi masyarakat atau nasabah akan cenderung menyimpan uangnya di bank dengan imbalan bunga tinggi dan lebih aman. Dalam permintaan uang di Indonesia selain dipengaruhi oleh pendapatan nominal juga dipengaruhi suku bunga karena Indonesia belum seutuhnya menganut sistem syariah. Jika nilai tingkat suku bunga (BI Rate) tinggi maka bunga yang diberikan oleh BI kepada bank-bank konvensional yang menitip dananya di BI juga  akan tinggi dan bank akan menyimpan uangnya lebih banyak. Dengan demikian bank akan berusaha menarik dana dari nasabah atau masyarakat lebih banyak agar dapat menitipkan dananya di BI dengan jumlah yang banyak pula. Bank menarik minat nasabah atau masyarakat dengan bunga tinggi.

Kebijakan BI 7- Day (Reverse) Repo Rate

Saat terjadi kenaikan inflasi, lembaga bank lebih suka menyimpan uangnya pada Bank Indonesia sehingga perlahan-lahan uang yang beredar akan berkurang. Walau demikian, bukan berarti setelah BI Rate turun, bank yang lain bisa langsung mendapatkan kembali uang yang disimpan di Bank Indonesia untu diputarkan ke masyarakat dalam bentuk kredit. Bank-bank harus menunggu selama setahun untuk mengambil kembali simpanan dana tersebut sehingga peredaran uang di masyarakat tidak akan meningkat dalam hitungan hari atau bulan.

Laju nilai inflasi juga tidak akan langsung menurun setelah Bank Indonesia menumumkan penurunan BI Rate karena ada juga bank yang tetap memilih menyimpan dana mereka sesuai dengan kebijakan dan strategi usaha masing-masing. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan oleh Bank Indonesia juga tidak serta merta terwujud dalam kurun waktu singkat.

Untuk mengatasinya, Bank Indonesia berinisiatif menerbitkan BI 7-Day (reverse) Repo Rate yang lebih singkat rentang waktunya. Melalui kebijakan ini, lembaga perbankan tidak perlu lagi menunggu hingga setahun untuk menarik kembali dana yang disimpan di Bank Indonesia. Dalam rentang 7 hari dan kelipatannya (14 hari, 21 hari, dst) Bank sudah bisa menarik uang tersebut beserta bunga terbaru yang ditetapkan pada saat penarikan uang.

Memang suku bunga yang didapat pastinya jauh lebih kecil daripada BI Rate karena rentang penarikan yang lebih pendek, namun hasilnya bisa cukup besar karena berpengaruh terhadap kelancaran pemberian kredit kepada masyarakat. Hal ini juga diharapkan bisa memperkecil resiko kredit macet karena perubahan suku bunga pertahun yang bisa melonjak tajam sehingga mempengaruhi kestabilan pengeluaran dan pemasukan nasabah.

Kebijakan terbaru dari Bank Indonesia ini diharapkan bisa meningkatkan perekonomian Indonsia dengan lebih cepat hingga ke taraf yang ditargetkan oleh Bank Indonesia. Dengan adanya acuan lain selain BI Rate yang baru bisa dicairkan setelah satu tahun, bank-bank lain ebih berani menurunkan suku bunga kredit ataupun menaikkan suku bunga deposito.

Hal ini akan mendorong masyarakat untuk lebih yakin saat mengambil kredit jangka panjang karena tidak perlu khawatir lagi akan suku bunga fluktuatif yang bisa sangat berpengaruh pada cicilan bulanan. Perlu diketahui bahwa kenaikan suku bunga pertahun sebenarnya sangat signifikan terhadap besaran cicilan yang harus dibayar saat mengambil kredit jangka panjang. Banyak masyarakat yang masih enggan mengambil pinjaman pribadi maupun kredit pembelian barang dengan harga tinggi seperti kendaraan atau properti.

Naiknya bunga deposito juga diharapkan dapat memacu jumlah nasabah yang menyimpan uang di bank untuk jangka waktu tertentu. Banyaknya deposito yang masuk akan sangat berpengaruh pada perputaran uang di bank sehingga diharapkan akan menambah anggaran kredit untuk industri kecil dan menengah yang merupakan salah satu tonggak perekonomian penting suatu negara.(*)

***

Penulis: Muhammad Wildan Royandi
Editor: Muhammad Mihrob