Meneladani Ulama Salaf dalam Bersikap terhadap Pemimpin

 
Meneladani Ulama Salaf dalam Bersikap terhadap Pemimpin
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Sesungguhnya pemerintah adalah cerminan dari rakyatnya. Oleh karena itu kita harus selalu memperbaiki diri dalam ketaatan. Apa pun hasil setiap pemilihan umum, maka kita tetap taat pada pemimpin tersebut. Kenapa tetap harus taat pada pemimpin seperti itu? Karena maslahatnya lebih besar. Kaidah yang biasa disebut para ulama:

الْمَصْلَحَةُ الْعَامَّةُ مُقَدَّمَةٌ عَلَى الْمَصْلَحَةِ الْخَاصَّةِ

“Kemaslahatan umum lebih didahulukan daripada kemaslahatan pribadi.”

Kaidah ini termaktub dalam Kitab Al-Muwafaqat fi Ushul As-Syari'ah karya Imam Asy Syathibi. Para ulama ushul kemudian sepakat menjadikan Imam Syathibi sebagai Bapak Maqashid As-Syari’ah pertama yang telah menyusun teori-teorinya secara lengkap, sistematis dan jelas.

Kita harus menyadari bahwa pemimpin adalah cerminan dari rakyatnya, sebagaimana ungkapan yang sangat masyhur mengenai hal itu, yakni:

كَمَا تَكُوْنُوْنَ يُوَلَّى عَلَيْكُمْ

“Bagaimanapun keadaan kalian (rakyat), maka begitulah keadaan pemimpin kalian.”

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah pernah menjelaskan:

وَتَأًمَّلْ حِكْمَتَهُ تَعَالَى فِي اَنْ جَعَلَ مُلُوْكَ الْعِبَادِ وَأُمَرَآءَهُمْ وَوُلَاتِهِمْ مِنْ جِنْسِ اَعْمَالِهِمْ بَلْ كَأَنَّ أَعْمَالَهُمْ ظَهَرَتْ فِي صُوَرِوُلَاتِهِمْ وُمُلُوْكِهِمْ فَإِنِ اسْتَقَامُوْا اِسْتَقَامَتْ مُلُوْكُهُمْ وَإِنْ عَدَلُوْا عَدَلَتْ عَلَيْهِمْ وَإِنْ جَارُوْا جَارَتْ مُلُوْكُهُمْ

"Renungkanlah hikmah Allah. Dia jadikan pemimpin bagi para hamba-Nya, sejenis dengan amal dan perilaku hamba-Nya. Bahkan seolah-olah amal mereka berwujud seperti pemimpin mereka. Ketika mereka istiqomah dalam kebaikan, pemimpin mereka akan istiqomah. Sebaliknya, ketika mereka menyimpang, maka pemimpin merekapun menyimpang. Ketika mereka berbuat zalim, pemimpin mereka juga akan bertindak zalim." (Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Kitab Miftah Daris Sa'adah, hlm. 253).

Dalam sebuah refleksi kisah seputar Ali dan Khawarij, kita akan mendapatkan satu kisah menarik yang bisa menjadi renungan agar tidak terjerumus dalam cara pandang kaum Khawarij.

Alkisah ada seorang Khawarij yang datang menemui Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah seraya berkata, “Wahai khalifah Ali, mengapa pemerintahanmu banyak di kritik oleh orang tidak sebagaimana pemerintahannya Abu Bakar dan Umar?!”

Sahabat Ali lalu menjawabnya:

إِنَّ رِجَالَ أَبِيْ بَكْرٍ وُعُمَرَ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ـ أََنَا وَأَمْثَالِي، أَمَّا أَنَا فَكَانَ رِجَالِيْ أَنْتَ وَأَمْثَالَكَ

“Karena pada zaman Abu Bakar dan Umar, yg menjadi rakyat adalah aku dan orang-orang yang semisalku, sedangkan rakyatku adalah kamu dan orang-orang yang semisalmu”

Tentang ketaatan kepada pemimpin, kita tidak bisa memungkiri bahwa ada sebagian kelompok yang memang mempunyai sifat "mbalelo" atau tak mau taat. Padahal, jika direnungkan kembali, sifat tidak mau taat pada pemimpin Muslim seperti itu adalah suatu keburukan yang selalu berkonotasi negatif dan bermakna celaan.

Dikisahkan dari Abu Najih Al ‘Irbadh bin Sariyah As-Salami radhiyallahu ‘anhu, salah seorang sahabat Ahlus Shuffah, termasuk generasi pertama kaum Mukmin, ia berkata:

Rasulullah SAW, memberi nasehat kepada kami dengan satu nasihat yang menggetarkan hati dan menjadikan air mata berlinang. Kami (para sahabat) bertanya, 'Wahai Rasulullah SAW, nasihat itu seakan-akan adalah nasihat dari orang yang akan berpisah, maka berilah kami wasiat.' Lalu Rasulullah SAW bersabda:

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكَ عَبْدٌ

“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, tetap mendengar dan taat walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak).” (HR. Imam Abu Daud)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwa Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:

مَنْ أَطَاعَنِى فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ يَعْصِنِى فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعِ الأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِى وَمَنْ يَعْصِ الأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِى

“Barangsiapa mentaatiku, maka ia berarti mentaati Allah. Barangsiapa yang tidak mentaatiku berarti ia tidak mentaati Allah. Barangsiapa yang taat pada pemimpin berarti ia mentaatiku. Barangsiapa yang tidak mentaati pemimpin berarti ia tidak mentaatiku.” (HR. Imam Bukhari)

Rasulullah SAW juga memerintahkan:

عَلىَ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أَمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

"Wajib bagi seorang Muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa) dalam perkara yang ia senangi dan ia benci kecuali apabila diperintah kemaksiatan. Apabila diperintah kemaksiatan maka tidak perlu mendengar dan taat." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan wajibnya menaati seorang pemimpin, hingga meskipun pemimpin itu melakukan kemaksiatan. Ketaatan itu selama bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah SWT. Dalam kondisi seorang pemimpin melakukan kemaksiatan itu, Rasulullah SAW memerintahkan agar kita membenci kemaksiatannya itu. Beliau tetap melarang kita melepaskan tangan dari ketaatan.

Selama pemimpin tersebut Muslim dan mengerjakan shalat, ia tetap wajib ditaati. Diriwayatkan dari Abu 'Abdurrahman ‘Auf bin Malik bin Abi 'Auf Al-Asyja'iy Al-Ghathafaniy r.a, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ. قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟ فَقَالَ، لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka, dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian, dan kalian pun mendoakan mereka. Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka, dan mereka pun membenci kalian. Juga kalian melaknat mereka, dan mereka pun melaknat kalian.” Kemudian ada yang berkata: "Wahai Rasulullah, tidakkah kita menentang mereka dengan pedang?” Rasulullah SAW bersabda: “Tidak, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci, maka bencilah amalannya, dan janganlah melepas ketaatan kepadanya.” (HR. Imam Muslim)

Walaupun pemimpin tersebut bukan pilihan kita dan tidak kita sukai, maka bagaimanapun itu juga tetap wajib ditaati. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِى عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ

“Hendaklah engkau dengar dan taat kepada pemimpinmu baik dalam keadaan sulit maupun dalam keadaan mudah, baik dalam keadaan rela ataupun dalam keadaan tidak suka, dan saat ia lebih mengutamakan haknya daripada engkau.” (HR. Imam Muslim)

Berjiwa besar mendoakan pemimpin dan tidak mencaci

Kadang kala kita banyak mencela tanpa pernah mendoakan pemimpin. Bila keadaan di balik, di mana kita yang menjadi pemimpin, inginkah kita di kritik terus tanpa pernah di doakan? Apakah yang demikian itu adalah akhlak seorang muslim sejati?

Sesungguhnya hanya doa kepada Allah SWT yang Maha Mendengar yang mampu menjadikan pemimpin kami orang yang baik. Lisan seorang Muslim lebih layak untuk berdoa dibandingkan untuk mencela. Begitu anjuran yang ada sebagaimana dalam Hadis berikut ini:

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺃُﻣَﺎﻣَﺔَ ﻋَﻦِ اﻟﻨَّﺒِﻲِّ - ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ - ﻗَﺎﻝَ: ﻻ ﺗَﺴُﺒُّﻮا اﻷَﺋِﻤَّﺔِ ﻭَاﺩْﻋُﻮا اﻟﻠﻪَ ﻟَﻬُﻢْ ﺑِﺎﻟﺼَّﻼَﺡِ ﻓَﺈِﻥَّ ﺻَﻼَﺣَﻬُﻢْ ﻟَﻜُﻢْ ﺻَﻼَﺡٌ

Dari Abi Umamah bahwa Nabi SAW bersabda: "Jangan mencaci para pemimpin. Doakan mereka dengan kebaikan. Sebab kebaikan mereka adalah kebaikan bagi kalian." (HR. Imam At-Thabrani)

Fudhail bin ‘Iyadh pernah berkata:

لَوْ أَنَّ لِيَ دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً مَا صَيَّرْتُهَا إِلَّا فِي الْإِمَامِ قِيلَ لَهُ : وَكَيْفَ ذَلِكَ يَا أَبَا عَلِيٍّ ؟ قَالَ : مَتَى مَا صَيَّرْتُهَا فِي نَفْسِي لَمْ تُجْزِنِي وَمَتَى صَيَّرْتُهَا فِي الْإِمَامِ فَصَلَاحُ الْإِمَامِ صَلَاحُ الْعِبَادِ وَالْبِلَاد

"Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, maka doa tersebut akan kuberikan untuk pemimpin". Lalu ada yang tanya kepada Fudlail Bin Iyadh. "Kenapa bisa begitu wahai Abu Ali?” Fudhail bin 'Iyadh kemudian menjawabnya: "Jika doa itu untukku, maka hanya manfaat untukku saja. Dan jika kujadikan untuk pemimpin, maka kebaikan pemimpin adalah kebaikan bagi rakyat dan negeri." (Abu Nu’aim Al-Ashfahani, Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya', juz 8, hlm. 77)

Mendengar penjelasan yang sangat mengagumkan itu kemudian Ibnul Mubarak mencium kening Fudhail bin 'Iyadh seraya mengatakan:

ﻳَﺎ ﻣُﻌَﻠِّﻢَ اﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻣَﻦْ ﻳُﺤْﺴِﻦُ ﻫَﺬَا ﻏَﻴْﺮُﻙَ

"Wahai pengajar kebaikan, tidak ada yg sebagus ini selain engkau."

Imam As-Syaukani menjelaskan di dalam Kitab Nailul Authar tetang disyariatkannya mencintai pemimpin dan mendoakan mereka. Selain itu, ada juga pernyataan yang sangat menyentuh dari Imam Ahmad bin Hambal tentang komitmennya kepada seorang pemimpin, sebagaimana berikut ini:

ﻭَﺇِﻧِّﻲْ ﻷَﺩْﻋُﻮ ﻟَﻪُ ﺑِﺎﻟﺘَّﺴْﺪِﻳْﺪِ، ﻭَاﻟﺘَّﻮْﻓِﻴْﻖِ، ﻓِﻲ اﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭَاﻟﻨَّﻬَﺎﺭِ، ﻓِﻲ ﻛَﻼﻡٍ ﻛَﺜِﻴْﺮٍ

"Sungguh aku berdoa untuk pemimpin dgn kebenaran dan pertolongan, malam atau siang, dalam banyak perbincangan". (Ibnu Katsir, Tarikh Ibnu Katsir, juz 10, hlm. 372)

Dari sini kita tahu bahwa Imam Ahmad bin Hambal r.a mengakui betapa pentingnya peran pemimpin demi terlaksananya kemaslahatan umat. Oleh karenanya pemimpin yang baik akan memberikan dampak baik pula terhadap umat.

Doa untuk pemimpin

Doa adalah senjata para nabi dan orang-orang sholeh sejak dahulu kala, yang dengan hal itu menjadikan mereka generasi utama yang patut kita teladani. Dengan doa dan keyakinan, mereka menggantungkan harapan kepada yang Maha Mengabulkan.

Mendoakan para pemimpin adalah bagian dari pertolongan kita kepada sesama. Sebagaimana Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk saling menolong sesama muslim, baik dalam keadaan zalim maupun terzalimi. Jikalau kita mendapati pemimpin bertindak zalim, maka kewajiban kita menasehati. Jika tidak sanggup, maka yang paling mudah adalah mendoakan, agar Allah SWT memberinya petunjuk.

Karena itu, mari kita memanfaatkan waktu dan tempat mustajab untuk selalu memohon kepada Allah SWT, semoga dikaruniai pemimpin yg baik juga peduli terhadap rakyatnya, sehingga negeri kita menjadi negeri dambaan, sebagimana firman Allah SWT, "Baldatun Toyyibatun wa Robbun Ghofur", negeri yang baik, makmur dan penuh pengampunan Tuhan.

Jangan pernah lupa kita sisipkan doa untuk mereka, para pemimpin, mendoakan sultan, mendoakan para penguasa, mendoakan wakil rakyat dan sebagainya, yang mempunyai tanggung jawab besar terkait kemaslahatan masyarakat.

Dalam Kitab Abwabul Faraj, Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki menyebutkan sebuah doa untuk kebaikan para pemimpin.

Berikut lafadh doanya:

اَللَّهُمَّ اَصْلِحْ وُلاَةَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَدْلِ فِيْ رَعَايَاهُمْ وَاْلِاحْسَانِ  اِلَيْهِمْ وَالشَّفَقَةِ عَلَيْهِمْ وَاْلِاعْتِنَاءِ بِمَصَالِحِهِمْ وَحَبِّبْهُمْ اِلَى الرَّعِيَّةِ وَحَبِّبِ الَّرعِيّةَ لَهُمْ وَوَفِّقْهُمْ لِصِرَاطِكَ اْلمُسْتَقِيْمِ وَاْلعَمَلِ بِوَظَائِفِ دِيْنِكَ اْلقَوِيْمِ

"Ya Allah, perbaikilah para pemimpin kaum muslimin, berilah mereka taufik-Mu hingga mereka bisa bersikap adil terhadap rakyat mereka, dan dapat berbuat baik kepada mereka, bersikap lembut kepada mereka, mau mendengar keluhan mereka, dan memperhatikan maslahat mereka. Buatlah mereka agar mencintai rakyatnya dan buatlah rakyat agar mencintai mereka. Berilah mereka taufik-Mu agar tetap berada di jalan-Mu yang lurus, dan senantiasa mengamalkan ajaran agama-Mu yang lurus."

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ

“Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi Islam, dan kaum muslimin. Ya Allah, bantulah mereka untuk menunaikan tugasnya, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari teman dekat yang jelek dan teman yang merusak. Juga dekatkanlah orang-orang yang baik dan pemberi nasihat yang baik kepada mereka, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jadikanlah pemimpin kaum muslimin sebagai orang yang baik, di mana pun mereka berada.”

Demikianlah cara bersikap orang-orang sholeh terhadap para pemimpin. Selalu mengharapkan kebaikan dengan berdoa kepada Allah SWT agar memberikan petunjuk yang terbaik kepada para pemimpin. 

Semoga kita menjadi rakyat Indonesia yang baik kepada pemimpin, dan juga sebaliknya, semoga pemimpin kita adalah orang baik yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT, yang mencintai rakyatnya dengan kebijakan-kebijakan yang penuh kemaslahatan. Hanyalah Allah SWT yang dapat memberi taufik dan hidayah kepada kita semua. Wallahu A'lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 01 Juli 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ahmad Zaini Alawi (Khodim Jama'ah Sarinyala Kabupaten Gresik)

Editor: Hakim