Pengertian Miqat dalam Haji dan Umrah Serta Tata Caranya

 
Pengertian Miqat dalam Haji dan Umrah Serta Tata Caranya
Sumber Gambar: Jakman1 / Pixabay

Laduni.ID, Jakarta - Miqat (bentuk isim zaman makan dari ‘auqata-yuqitu’ ) yang memiliki arti menetapkan waktu. Miqat secara istilah dalam ibadah haji adalah tempat atau waktu yang ditentukan untuk mulai mengerjakan ibadah haji.

Miqat terbagi atas dua, yakni miqat zamani dan miqat makani. Miqat zamani adalah batasan waktu yang digunakan untuk haji dan umrah. Sementara miqat zamani bagi orang yang berhaji adalah Syawwal, Dzulqa’dah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

Jika seorang yang ingin berhaji tetapi ihramnya tidak dilakukan pada bulan-bulan tersebut, maka ibadahnya hanya bisa disebut umrah, bukan haji.

Sedangkan miqat makani adalah tempat yang digunakan untuk pertama kali berihram. Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan terkait miqat makani bagi siapa saja yang hendak melaksanakan haji atau umrah. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan An-Nasa’i.

ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻗﺎﻝ ﺇﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻗﺖ ﻷﻫﻞ ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﺫﺍ ﺍﻟﺤﻠﻴﻔﺔ ﻭﻷﻫﻞ ﺍﻟﺸﺄﻡ ﺍﻟﺠﺤﻔﺔ ﻭﻷﻫﻞ ﻧﺠﺪ ﻗﺮﻥ ﺍﻟﻤﻨﺎﺯﻝ ﻭﻷﻫﻞ ﺍﻟﻴﻤﻦ ﻳﻠﻤﻠﻢ ﻫﻦ ﻟﻬﻦ ﻭﻟﻤﻦ ﺃﺗﻰ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﻣﻦ ﻏﻴﺮﻫﻦ ﻣﻤﻦ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﻟﺤﺞ ﻭﺍﻟﻌﻤﺮﺓ

Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA sesungguhnya Rasulullah SAW telah menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzulhulaifah, penduduk Syam di Juhfah, penduduk Nejd di Qarn, penduduk Yaman di Yalamlam, begitu juga termasuk orang-orang yang ingin berhaji dan umrah yang berasal dari tempat lain tetapi melewati daerah-daerah tersebut (maka miqatnya sama dengan daerah yang dilewati).”

Dari hadis di atas kita dapat menyimpulkan bahwa tidak semua jamaah haji memiliki miqat yang sama. Syihabuddin bin Naqib As-Syafii dalam Umdatus Salik wa Iddatun Nasik menjelaskan beberapa ketentuan-ketentuan miqat.

Miqat bagi penduduk Madinah terletak di Dzulhulaifah. Sedangkan miqat bagi penduduk Syam (Palestina, Syiria, Yordan), Mesir serta Maroko adalah di Juhfah.

Sementara miqat penduduk Yaman adalah Yalamlam sedangkan penduduk Nejd berada di Qarn.

Bagi penduduk Iraq dan Khurasan, miqatnya berada di Dzatu Irq, akan tetapi yang paling utama adalah di Aqiq. Bagi jamaah haji sedang berjalan menuju Mekah maka miqat hajinya berada di Mekah sedangkan miqat umrahnya adalah adnal hilli (daerah yang lebih dekat dengan Mekah), yaitu Ji’ranah, Tan’im atau Hudaibiyah.

Bagi calon muhrim yang tempat tinggalnya di luar Mekah tetapi lebih dekat ke Mekah dari miqat yang telah disebutkan, maka miqatnya adalah tempatnya tersebut. Tetapi jika tempatnya lebih jauh dari pada miqat, maka yang lebih utama berihram di miqat.

Bagi penduduk Indonesia (sesuai buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kemenag), miqatnya disesuaikan dengan gelombang. Bagi jamaah gelombang pertama, miqatnya dimulai dari Dzulhulaifah (Bir Ali).

Sedangkan bagi jamaah gelombang kedua, miqatnya ketika berada di atas pesawat udara pada garis sejajar dengan Qarnul Manazil atau di Airport King Abdul Azis Jeddah (sesuai dengan Keputusan Komisi Fatwa MUI, tanggal 28 Maret 1980 dan dikukuhkan kembali pada tanggal 19 September 1981 tentang Miqat Haji dan Umrah) atau Asrama Haji Embarkasi di Tanah Air.

Bagi jamaah yang melanggar miqat, yakni ihram melewati batas miqat dan ia tetap ingin berhaji, maka ia diwajibkan membayar dam. Tetapi jika ia kembali ke miqat kemudian berihram sebelum memakainya untuk ibadah, maka gugurlah kewajibannya membayar dam. Hal ini juga disebutkan oleh Syihabuddin bin Naqib As-Syafii dalam Umdatus Salik wa Iddatun Nasik .

ﻭﻣﻦْ ﺟﺎﻭﺯَ ﺍﻟﻤﻴﻘﺎﺕَ ﻭﻫﻮَ ﻳﺮﻳﺪُ ﺍﻟﻨﺴُﻚَ ﻭﺃﺣﺮﻡَ ﺩﻭﻧﻪُ ﻟﺰﻣﻪُ ﺩﻡٌ، ﻓﺈﻥْ ﻋﺎﺩَ ﺇﻟﻴﻪِ ﻣُﺤﺮﻣﺎً ﻗﺒﻞَ ﺍﻟﺘﻠﺒُّﺲِ ﺑﻨﺴﻚٍ ﺳﻘﻂَ ﺍﻟﺪَّﻡُ

Artinya, “Barangsiapa yang melanggar miqat dan dia ingin berhaji kemudian berihram di selain miqat, maka dia diwajibkan membayar dam (sembelihan). Jika ia kembali lagi ke miqat dengan berihram sebelum terlanjur melakukan ibadah, maka gugurlah (kewajiban membayar) dam.”

Wallahu a‘lam