INFAK / SEDEKAH/ DONASI/ SUMBANGAN untuk LADUNI.ID
Seluruh dana yang terkumpul untuk operasional dan pengembangan portal dakwah Islam ini
Dalam sebuah "halaqah", pengajian/diskusi melingkar di Fahmina Institute, pada suatu hari, aku lupa tanggalnya, aku ditanya soal fungsi dan kewajiban negara dalam Islam.
Pada dasarnya, Indonesia memiliki segala potensi untuk mewujudkan impian menjadi negara maju dan sejahtera pada 2045. Namun, impian ini hanya dapat terwujud jika pemerintah dan seluruh elemen masyarakat bekerja keras mengatasi tantangan yang ada.
Untuk menyongsong Indonesia emas 2045, salah satu kunci agar tujuan itu bisa tercapai yaitu dengan menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Sebab, bangsa yang berdaulat adalah bangsa yang menjaga rakyatnya dari perpecahan terutama kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk.
Di dalam bukunya, Syaikh Ali Thanthawi juga menuliskan sebuah temuan yang mengatakan bahwa sejak zaman Abbasiah, Islam sudah masuk ke Indonesia. Hal itu bisa dibuktikan dengan kuburan yang ada di Sumatera.
Dalam banyak kesempatan pengajiannya, Gus Baha sering kali memberikan perspektif yang dalam dan membumi terkait keislaman yang disinggungkan dengan tradisi, seperti soal sesajen.
Biasanya semarak menyambut Bulan Muharram semakin meriah dengan berbagai kegiatan seperti pawai obor, membuat bubur suro, puasa sunnah dan santunan yatim.
Gus Baha menjelaskan bahwa keturunan Nabi Ibrahim AS terbagi menjadi dua jalur besar. Pertama, jalur Ismail, yang bermukim di Makkah dan menjadi nenek moyang bangsa Arab. Kedua, jalur Ishaq, yang melalui Nabi Ya’qub (juga dikenal sebagai Israel), melahirkan keturunan Yahudi.
Dengan layanan penerbangan modern dan sistem digitalisasi haji yang canggih, kita nyaris lupa bahwa perjalanan ini dulu dimulai dari kapal kayu dan pelabuhan-pelabuhan yang penuh harap. Namun sejarah mencatat, dari laut hingga angkasa, semangat umat Islam Indonesia untuk menunaikan rukun Islam kelima tak pernah surut.
Ceritanya bermula ketika Presiden Soekarno menunaikan ibadah haji pada dekade 1960-an. Sebagai seorang pemimpin yang dikenal visioner, Soekarno tidak hanya menunaikan kewajiban spiritualnya, tapi juga membawa serta misi ekologis dan diplomatis.
Pada usia 29, Banu Mushtaq melahirkan anak pertamanya dan mengalami depresi pascamelahirkan. Di titik itulah, ia benar-benar berada di ambang hidup dan mati. Dalam wawancaranya bersama The Week, ia mengaku nyaris membakar diri, tetapi sang suami datang tepat waktu dan menyelamatkannya.