Menghukum Anak Tidak Harus Dipukul, Bisa dengan Hadiah

 
Menghukum Anak Tidak Harus Dipukul, Bisa dengan Hadiah

LADUNI.ID, Jakarta – Setiap anak secara fitrah tumbuh dan berkembang menuju sosok pribadi yang utuh. Anak yang berkembang menjadi pribadi yang matang, dewasa dan produktif.

Untuk mengarungi hidup ini sangat membutuhkan sistem pendidikan yang sesuai. Salah satu sub sistem pendidikan yang penting adalah alat pendidikan.

Alat pendidikan bisa berbentuk hadiah atau hukuman. Hadiah biasa diberikan kepada anak yang berhasil dan berprestasi cemerlang. Harapannya, anak terus pertahankan keberhasilan dan meningkatkan prestasinya.

Sebaliknya, hukuman atau sanksi diberikan kepada anak yang gagal, atau yang melanggar. Harapannya, anak segera introspeksi dan perbaiki diri serta membangun strategi baru untuk meningkatkan prestasi. Baik sekali jika anak bisa raih sukses dan juara untuk masa-masa selanjutnya.

Biasanya, hukuman digunanakan untuk memberikan efek jera. Misalnya, jika anak mendapat 5 soal, salah 4, maka dapat hukuman 4 x (kali) pukulan. Ini cara konvensionsl. Sesuatu yang menyakitkan dan membebani anak yang kena sanksi hukuman.

Hukuman yang demikian cenderung discouraging. Boleh jadi hukuman bisa menurunkan, bahkan bisa mematikan semangat anak untuk bangkit dan maju. Anak itu dibayang-bayangi ketakutan untuk berbuat salah.

Akibatnya, anak tidak memiliki keberanian untuk mengulangi dan meraih kemajuan. Padahal, setiap anak itu berhak dan memiliki keinginan untuk sukses hidupnya. Untuk itu anak yang melakukan kesalahan perlu diberi sanksi hukuman yang mendidik. Hukuman yang tidak seperti biasa.

Hukuman yang bisa encouraging. Hukuman yang bisa menyemangati. Yang demikian itu, bisa dikatakan sebagai hukuman dengan hadiah.

Misalnya, jika ada 5 soal untuk anak, salah 4, maka anak dapat hadiah 1 bintang. Jika 5 soal, salah 2, maka dapat hadiah 3 bintang dan seterusnya. Dengan menghargai prestasi dan ikhtiarnya, maka perlakuan terhadap kesalahan itu lebih encouraging. Cara inilah yang diharapkan mampu memotivasi untuk perbaikan dan peningkatan prestasi.

Dalam perpektif Islam, bahwa ada apresiasi terhadap ummat yang melakukan ijtihad. Umat Islam itu dihargai usaha ijtihadnya. Walau salah, tidak diberi sanksi hukuman yang bersifat menyakitkan, melainkan diberi sanksi berupa hadiah satu pahala yang memiliki spirit kemajuan.

Dengan assumsi bahwa ijtihadnya dilakukan secara total dengan dukungan ilmu yang memadai. Dengan begini, diharapkan semangat ijtihad terus tumbuh, karena sangat dibutuhkan dalam berislam. Berikut Hadits Rasulullah saw:

إِذَا َاجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذََا اجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ

Jika seorang hakim berijtihad lalu benar, maka ia berhak mendapat dua pahala, namun jika ia berijtihad lalu salah, maka ia mendapat satu pahala” (HR Imam Bukhori).

Gambaran ini memiliki nilai edukatif yang sangat berharga. Sekiranya tindakan pemberian sanksi hukuman itu harus dilakukan, maka sanksi hukuman itu harus menjadi pilihan terakhir.

Sanksi hukuman harus dimanaj dengan baik dan mampu memotivasi (encourage) untuk maju. Hukuman yang edukatif tidak bersifat mematikan, melainkan menghidupkan. Hukuman yang memberikan spirit hidup itu hukuman dengan hadiah.

Hukuman dengan hadiah cenderung memandang potensi dan bersikap optimis yang dilandasi kasih sayang. Memberikan apresiasi dan rekognisi selama dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Memberdayakan anak, sehingga proaktif dalam pengembangan diri.

Mengabaikan aspek negatif, sehingga tidak menghambat proses pembelajaran. Dengan perubahan mindset ini diharapkan bahwa setiap anak mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal.

Jika hukuman itu bisa menghidupkan, mengapa kita sering menjadikan hukuman untuk mematikan?

Semoga kita menjadi orang dewasa yang lebih wise dalam setiap langkah hidup kita, terutama dalam mendidik anak kita. Bisa melakukan scaffolding bagi anak-anak untuk mencapai perkembangan optimal. Aamiin.


Artikel ini ditulis oleh Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat. Dengan judul awal artikel Menghukum Anak dengan Hadiah. Sumber: Times Indonesia.