Jangan Mempersulit Orang yang Mau Cerai!

 
Jangan Mempersulit Orang yang Mau Cerai!
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Mempersulit cerai itu bukan ajaran islam, tapi ajaran Kristen. Dalam dogma Kristen, ikatan yang diikat dengan nama Tuhan tidak boleh dilepas oleh manusia sehingga di masa lalu nyaris mustahil seorang Kristiani bercerai karena saking ribetnya, meskipun sekarang sudah tidak serumit itu lagi.

Islam tidak mempunyai pandangan demikian. Ikatan pernikahan itu tetap bagian dari mu'amalah, alias ikatan "kontrak" antara dua pihak (baca: bukan baiat pada Tuhan) sehingga boleh diputuskan asalkan ada alasannya. Islam hanya menyuruh agar tidak gegabah bercerai, sebab ini bukan seperti kontrak bisnis yang mudah diakhiri kapan pun, tapi kontrak spesial. Istilah "Mitsaqan Ghalidhan" (ikatan yang kuat) maksudnya adalah kontrak spesial ini. Jangan karena bertengkar sedikit lalu mau cerai, pasangannya punya kekurangan sedikit lantas mau cerai. Namun bukan berarti perceraian dipersulit.

Di masa Rasulullah SAW, orang mau menikah itu mudah, mau bercerai pun mudah. Suami yang sudah tidak cocok pada istrinya tinggal mengucap talak, lalu bubarlah pernikahannya. Istri yang melaporkan suaminya pada Rasulullah SAW, biasanya ditawari mau mengembalikan maharnya atau tidak? Kalau mau, maka disuruhlah si suami mentalak. Praktik ini dinamakan khulu'. Intinya orang yang sudah memutuskan bercerai tidak dipersulit.

Di masa ini, tidak jarang orang mau cerai dipersulit dari berbagai sisi. Keluarga dan kawannya biasanya membujuknya bertahan sekuat tenaga atau mereka pura-pura tidak mendengar. Tokoh agama biasanya menyuruh sabar, sabar dan sabar sambil meng-ultimatum bahwa itu adalah perkara halal yang dibenci Allah. Sampai pengadilan pun memperumit dengan kewajiban mediasi dan proses yang lama.

Begini bapak dan ibu, menurut saya kebanyakan orang memilih opsi cerai dikarenakan opsi sabarnya memang sudah habis. Jarang sekali orang mau cerai tanpa alasan apa pun yang bisa diterima nalar masyarakat, sebab semua tahu konsekuensi bercerai itu besar. Jadi, kalau ada orang ingin bercerai tidak perlu dipaksa sabar dan sabar lagi. Kalau dia sudah tak kuat lagi bersama, ya perlu didukung saja keinginannya bercerai dan tak perlu diperumit, kasihan. Orang jatuh, jangan malah dilempar tangga.

Tapi memang ada beberapa orang yang ingin cerai tanpa alasan yang dapat diterima nalar umum, misalnya, dalam kondisi rumah tangga sehat dan semua tercukupi, tiba-tiba mau cerai karena ingin menikah dengan orang lain yang baru dia temui. Inilah yang tercela, itu yang disebut dalam Hadis sebagai perkara halal (baca: sah apabila dilakukan) tapi dibenci Allah. Yang begini ini yang dalam Hadis lain dinyatakan menyebabkan seorang wanita tidak mencium aroma surga (bersama gelombang awal yang masuk surga alias masuk surganya belakangan).

Jadi, kalau ada orang yang sudah tidak kuat atas perilaku pasangannya yang memang jelek, maka jangan diberi berbagai dalil Hadis mempertahankannya, sebab memang itu bukan peruntukannya. Jangan juga diberi tafsiran "Mitsaqan Ghalidhan" yang berat sekali, hingga mirip dengan dogma Kristen. Betapa banyak orang disuruh menahan derita puluhan tahun gegara nasihat yang salah untuk sabar, sabar dan sabar.

Bahkan ada yang secara ngawur menasihati bahwa sabar itu tidak ada batasnya. Coba saja dia yang bilang begitu itu ditempeleng berkali-kali, sampai hitungan berapa dia bisa sabar, kok enak saja bilang ke orang lain bahwa sabar tidak ada batasnya. Sabar atas penganiayaan atau ketiadaan hak adalah keutamaan, bukan kewajiban. Ingat kaidah ini agar tidak ada lagi yang mewajibkan orang lain sabar ketika jelas-jelas menderita.

Kalau yang bersangkutan mau sabar dianiaya pasangan atau sabar tidak diberi hak-haknya, maka dia akan mendapat pahala sangat besar. Tapi kalau dia memilih tidak sabar, maka itu hak asasinya yang tidak boleh dihalangi atau dipersulit. Sebab itu, dalam fikih Mazhab Syafi'iyah disebutkan bahwa seorang istri boleh menuntut cerai apabila si suami tidak mampu memberi nafkah, meskipun si suami baik dan penyayang. Boleh di sini maknanya tidak tercela secara agama, bukan berarti disuruh minta cerai.

Saya menulis ini bukan agar orang "bermudah-mudahan" dalam hal bercerai, tapi agar jangan mempersulit orang yang ingin bercerai. Bila ada saudara, kawan atau siapa pun curhat ingin cerai karena alasan tertentu yang bisa diterima, maka tanyakan soal kesiapan biaya hidup dan kondisi anaknya pasca perceraian. Bila semua bisa diatasi, maka dukung saja. Jangan malah dijejali nasihat yang menambah dia stres.

Semoga bermanfaat. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 12 Februari 2022. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ustadz Abdul Wahab Ahmad

Editor: Hakim