Perbedaan Talak dan Fasah

 
Perbedaan Talak dan Fasah
Sumber Gambar: Ilustrasi (foto ist)

Laduni.ID, Jakarta - Pengertian talak secara etimologi (lughat, bahasa) adalah lepasnya sebuah ikatan. Sedang pengertian talak secara terminologi (istilah) adalah nama untuk lepasnya ikatan sebuah pernikahan diantara pasangan suami istri dengan menggunakan kata cerai (talak) atau yang semisalnya dan talak adalah hak mutlak seorang suami yang mendapatkan legitimasi yang kuat dari Al-Qur’an, hadis maupun ijma’.

Adapun pengertian fasakh secara etimologi (lughat, bahasa) adalah merusak atau memisahkan. Sedang pengertian fasakh secara terminologi (istilah) adalah mencabut hukum dari asalnya hingga seakan-akan tidak pernah terjadi. Maka fasakh nikah adalah pembatalan atau merusak jalinan pernikahan yang telah terjadi hingga seakan-akan tidak pernah terjadi pernikahan dengan cara pihak istri mengadukan kepada penghulu (Qadli) tentang hal-hal yang memperbolehkan seorang istri untuk mengajukan fasakh seperti ketidak mampuan suami untuk memberikan nafkah atau adanya aib pada diri suami.

Dari dua pengertian tersebut diatas, maka tampak jelas perbedaan antara talak dan fasakh.

Adapun perbedaan antara talak dan fasakh yang lain adalah seperti yang telah dikemukakan oleh Imam Imam Abu Bakar Ibnu Sayyid Muhammad Syata Al-Dimyati didalam Kitabnya ‘Ianah Al-Thalibiun dan perlu diketahui bahwa fasakh berbeda dengan talak didalam empat hal yaitu:

1. Fasakh tidak mengurangi jumlah talak. Maka jika seorang istri mengajukan fasakh kemudian melaksanakan akad yang baru lalu mengajukan fasakh untuk yang kedua kalinya dan seterusnya, maka hal tersebut tidak menyebabkan keduanya (pasutri) menjadi haram kubra. Berdeda jika seorang suami menjatuhkan talak untuk yang ketiga kalinya, maka hal tersebut ( talak tiga) menyebabkan keduanya (pasutri) menjadi haram kubra yang tidak bisa dihalalkan lagi kecuali dengan perantara muhallil (istri menikah dengan laki-laki lain).

2. Jika seorang istri mengajukan fasakh sebelum melakukan hubungan intim, maka hal itu menyebabkan suami tidak wajib membayar mas kawin. Berbeda jika seorang suami menjatuhkan talak sebelum melakukan hubungan intim, maka wajib baginya (suami) untuk membayar setengah dari mas kawin yang disebut pada saat melaksanakan akad nikah.

3. Jika seorang istri mengajukan fasakh karena adanya aib yang baru diketahui setelah terjadinya hubungan intim, maka wajib bagi suaminya untuk membayar mahar mitsli. Berbeda jika seorang suami menjatuhkan talak karena adanya aib yang baru diketahui setelah terjadinya hubungan intim, maka wajib baginya (suami) membayar mas kawin sesuai dengan mas kawin yang disebut pada saat melaksanakan akad nikah.

4. Jika seorang istri mengajukan fasakh bersamaan dengan pelaksanaan akad nikah, maka hal itu (fasakh) dapat menyebabkan gugurnya kewajiban suami untuk memberikan nafkah walaupun istri dalam keadaan hamil. Berbeda jika suami menjatuhkan talak bersamaan dengan pelaksanaan akad nikah, maka hal itu (talak) tidak menyebabkan gugurnya kewajiban suami untuk memberikan nafkah.

Adapun hak untuk mendapatkan tempat tinggal bagi seorang istri adalah tetap wajib apabila terjadinya fasakh ataupun talak setelah melakukan hubungan intim. Wallahu a’lam bis shawab.


Referensi Kitab:

  1. Tausyikh ‘Ala Fath Al-Qarib. Hal. 213
  2. Mughni Al-Muhtaj. Juz: 3. Hal. 279
  3. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiah. Juz: 23. Hal. 131
  4. I’anah Al-Thalibin. Juz: 3. Hal. 336
  5. Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatih. Juz: 9. Hal. 327