Info Harian Laduni: 10 November 2023

 
Info Harian Laduni: 10 November 2023

Laduni.ID, Jakarta - Bertepatan dengan tanggal 10 November ini menjadi momentum bagi kita semua merayakan hari lahir KH. Abu Bakar Yusuf Palembang, Maulana Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan, KH. Iskandar Umar Abdul Latif, KH. Muhammad Muhadjirin Amsar Al-Dary, dan KH. Asyhari Marzuqi. Selain itu pada hari ini juga menjadi momentum bagi kita semua untuk mengenang kepergian Nyai Hj. Nafisah Sahal Mahfudz. Nyai Hj. Nafisah Sahal Mahfudz meninggal pada hari Kamis, 10 November 2022 ba'da Maghrib

KH. Abu Bakar Yusuf lahir pada 10 November 1905, di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Beliau merupakan putra dari pasangan Hatijah, seorang gadis dari Jawa dengan Muhammad Yusuf, dari Palembang, Sumatera Selatan.

Menurut salah seorang cucu beliau, Moch Iqbal, KH. Abu Bakar diperkirakan menjadi santri Hadratussyekh sekitar 7 sampai 10 tahun. Pada saat Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari mendirikan NU di Surabaya, pada 31 Januari 1926, Abu Bakar Yusuf masih menjadi santri.

Sebagaimana santri-santri lain, sepulang dari Tebuireng, KH. Abu Bakar Yusuf berusaha mengamalkan ilmunya di daerah Karasak, Karawang. Beliau memulainya dengan madrasah untuk pendidikan anak-anak dan mendidik anak muda dan orang tua melalu Masjid Jami As-Salaf. Tak sedikit orang yang diajarinya menjadi ustadz.

KH. Abu Bakar Yusuf, memiliki pergaulan yang luas, terutama dengan tokoh-tokoh NU di tingkat nasional. Salah seorang cucunya, Moch Iqbal menjadi saksi bahwa sang kakek sering berkunjung dan dikunjungi tokoh NU di tingkat pusat. KH. Idham Chalid, KH. Saifuddin Zuhri, H Jamaluddin Malik, Subchan ZE, 

Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Habib Luthfi) dilahirkan di Pekalongan tepatnya pada tanggal 10 November 1947 atau pada tanggal 27 Rajab tahun 1367 H. Habib Luthfi ini dilahirkan dari seorang Syarifah yang bernama Sayidah al Karimah as Syarifah Nur.

Pada usia itu ia ikut pamannya (Pakde), Habib Muhammad di Indramayu Jabar. Sejak itu ia keluar masuk pesantren. Tak lama nyantri di Bondokerep Cirebon, Yik Luthfi mendapatkan beasiswa belajar ke Hadramaut. Tiga tahun di sana, ia kembali ke tanah air, nyantri lagi ke sejumlah pesantren, yaitu Ponpes Kliwet Indramayu, Tegal (Kiai Said), Purwokerto (Kiai Muhammad Abdul Malik Bin Muhammad Ilyas Bin Ali).

Habib Luthfi Bin Yahya ini selain sebagai seorang Ulama, beliau juga aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama sebagai salah satu anggota Syuriyah PBNU. Selain aktif sebagai salah satu anggota Syuriyah PBNU, beliau juga merupakan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia di Jawa Tengah. Selain itu, beliau juga adalah Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah. 

Hinggi kini, tak sedikit jabatan dan kedudukan yang diembankan ke pundaknya. Tapi itu semua tak membuat Habib merasa capek, merasa berat apalagi merasa terbebani. Jabatan yang pernah dan sedang disandangnya adalah Ketua Umum MUI Kota Pekalongan, sekaligus Ketua Umum MUI Jawa Tengah. Beliau juga dipercaya menjadi penasihat utama KBIH Assalamah Pekalongan.

Di samping seorang mursyid tarekat Syadzaliyah, beliau juga didaulat menjadi Mudir Aam dari Ahlit Thariqah al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah (salah satu Badan Otonom NU) selama dua periode, yaitu sejak 2000-2010 (Secara kebetulan, kedua Muktamar yang menghasilkan keputusan itu digelar di Pekalongan).

KH. Iskandar Umar Abdul Latif dilahirkan pada hari kamis 1 Romadhon atau 10 November 1956. Beliau adalah putra petani biasa, hampir tak ada yang istimewa kalau di lihat dari nasab beliau. Hanya saja kakek beliau yang terkenal kaya itu suka menolong dan dermawan. 

Pondok salafiyah Darul Falah  pusat yang berada di Dusun Bendomungal Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo sampai saat ini masih exis dalam dunia pendidikan, asuhan KH Iskandar Umar Bin Abdul Latief (santri al mukarrom As Syech Abuya Sayyid Muhammad Alawi al Maliki dari Mekkah al Mukarromah) 

Setelah enam tahun menuntut ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo dengan dua tahun masa pengekalan. Hatinya muncul ambisi untuk mencari ilmu di negara Timur Tengah, tepatnya di Makkah Al-Mukarromah. Meskipun sebanyak apapun halangan nya beliau tetap ingin menjalaninya. beliau merasakan banyak sekali godaan-godaan yang dihadapi, terutama dari kawan-kawan setanah air yang sudah terlebih dahulu menetap disana. beliau juga bekerja sebagai kuli bangunan karena waktu itu upah buruh bangunan lumayan besar. Sehingga ia belum mampu mewujudkan keinginan awalnya.

Selama dua tahun bekerja, KH. Iskandar merasa upah yang didapatkan selama itu tidak barokah atau tidak manfaat, sehingga menyadari niat awalnya pergi ke Timur Tengah, yaitu menimba ilmu. KH. Iskandar kemudian menata niatnya kembali dan pergi kepada Sayyid Muhammad untuk meminta izin menimba ilmu kepada beliau. Sayyid Muhammad menerima keinginannya disertai satu syarat yaitu segala peluang (waktu) harus dihabiskan untuk berlatih.

KH. Muhammad Muhadjirin Amsar al-Dary atau yang kerap disapa dengan panggilan KH. Muhadjirin lahir pada 10 November 1924 M. di Kampung Baru, Cakung, sebuah daerah di pinggiran kota Jakarta (sekarang masuk Kotamadya Jakarta Timur).

KH. Muhammad Muhadjirin Amsar Al-Dary memulaikan pendidikanya dengan belajar di Mekkah. Beliau berangkat ke tanah Arab pada 4 dzhulqaidah tahun 1366 H atau pada bulan Agustus 1947.

Selama di Mekkah beliau tinggal di rumah Syekh Abdul Ghoni Jamal. Di sana beliau banyak mendapatkan ilmu pengetahuan. Setelah beberapa lama beliau menetap di rumah Syekh Abdul Ghoni Jamal, beliau pindah ke asrama Jailani.

Setelah selesai belajar menuntut ilmu di negeri Arab, akhirnya Syekh KH. Muhammad Muhadjirin Amsar Al-Dary pulang ke tanah air. Di Indonesia beliau mengembangkan ilmunya dengan mendirikan Pondok Pesantren An-Nida Al-Islamy di Bekasi.

Dahaganya tentang ilmu pengetahuan membuat Syekh KH. Muhammad Muhadjirin Amsar Al-Dary tetap saja rendah hati dan selalu merasa ada ilmu yang selalu mersa belum dipahaminya dengan baik dan benar.

Akhirnya di penghujung bulan Dzulqaidah tahun 1370 H, bertepan dengan 28 agustus 1951, Syekh KH. Muhammad Muhadjirin Amsar Al-Dary berhasil menyelesaikan pendidikannya di Darul Ulum merupakan lulusan terbaik dalam angkatannya. 

KH. Asyhari Marzuqi lahir pada hari Selasa Kliwon, tanggal 10 November 1939 M atau tanggal 1 Dzulqo’dah 1361 H di Giriloyo. Beliau merupakan putra KH. Marzuqi.

Tahun 1949 M, Kyai Asyhari Marzuqi kecil memulai pendidikannya dengan belajar di sekolah SR (Sekolah Rakyat) yang ada di Singosaren Wukirsari. Lulus dari SR pada tahun 1955 M, Kyai Asyhari langsung ke Krapyak. Pada saat itu di Krapyak sudah ada pendidikan tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Pendidikan itu jika ditempuh secara normal akan memakan waktu selama 10 tahun, yaitu Ibtidaiyah 4 tahun, Tsanawiyah 3 tahun dan Aliyah 3 tahun.

Bulan November tahun 1985 KH. Asyhari Marzuqi meninggalkan negeri Syaikh Abdul Qadir al-Jilani itu untuk kembali ke Indonesia. KH. Asyhari Marzuqi pulang bersama dengan Nyai Hj. Barokah. Kemudian pada tahun 1986 tepatnya pada bulan Ramadlan di Pondok Pesantren Nurul Ummah mulai diadakan pengajian. Saat itu ada 27 santri, yang terdiri dari 25 santri putra dan 2 santri putri.

KH. Asyhari Marzuqi selalu berusaha menanamkan rasa pengabdian dan kecintaan, dalam rangka mempersiapkan akhirat. Tuntunan atau pandangan itu terilhami oleh konsep “Ad-dunya Mazro’atul akhirah”, bahwa dunia itu hanya sekedar sarana untuk mencapai kebahagiaan di akhirat.

Dunia itu fana, tidak kekal, sehingga dengan ketidakkekalannya itu harus dipergunakan dengan maksimal agar bisa mencapai kebahagiaan akhirat yang kekal. Oleh karena itulah dunia ini dinamakan darut taklif yaitu tempat mengemban amanat, mengemban tugas-tugas dari Allah SWT.

Nyai Nafisah Sahal lahir dari pasangan suami istri KH. Abdul Fattah Hasyim dan Nyai Hj. Musyarofah pada tanggal 8 Februari 1946 di Jombang, Jawa Timur. Ibundanya adalah pendiri Pondok Pesantren Putri Al-Fathimiyyah, Bahrul Ulum, Tambakberas. Sedangkan ayahandanya adalah pendiri Madrasah Mu’allimin Mu’allimat Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang.

Nyai Nafisah Sahal semasa belajar dari bangku madrasah ibtida’iyah hingga perkuliahan selalu bersamaan dengan Nyai Hj Sinta Nuriyah yang merupakan istri dari Mantan Presiden RI ke-4 KH. Abdurrahman Wahid atau biasa dikenal dengan Gus Dur. Karena ternyata antara Nyai Nafisah dan Nyai Hj Sinta Nuriyah masih memiliki hubungan darah yakni nenek beliau merupakan adik kakak. Hal ini yang menjadikan kedekatan antara mereka berdua selalu beriringan kemanapun mereka menuntut ilmu.

Jiwa yang tertanam pada diri Nyai Hj. Nafisah Sahal bak seorang pejuang tangguh yang berlayar di luasnya samudera. Berawal dari niatan beliau untuk mendirikan sebuah Pondok Pesantren Putri di wilayah Kajen, dikarenakan melihat begitu mirisnya sebuah pendidikan yang belum sempat diterima oleh kaum putri layaknya kaum laki-laki pada masa itu. 

Hingga pada suatu hari tanpa disangka disaat Nyai Hj. Nafisah tertidur dan beliau bermimpi bahwa beliau melihat Ayahnya yakni KH Abdul Fattah bersama seseorang yang mirip sekali dengan suaminya tidak lain adalah Abah mertuanya yaitu KH Mahfudh yang merupakan Ayahanda dari Kiai Sahal. Dalam mimpinya terlihat beliau berdua sedang mengitari sebuah lahan sambil membawa senter dan melakukan semacam ritual manaqiban. 

Kemudian Nyai Hj Nafisah menceritakan perihal mimpinya kepada Kiai Sahal, alhasil beliau dapat menyimpulkan bahwa niatan Nyai Hj Nafisah sudah diberi restu oleh para sesepuh. Lalu dibangunlah sebuah pesantren di lokasi tepat seperti mimpi beliau.  

Beliau juga mulai berorganisasi di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) Pati yaitu mulai aktif dan ditunjuk untuk menghidupkan kembali musimat NU cabang Pati yang sebelumnya sempat vakum. Bahkan beliau dipercaya menjadi ketua muslimat 2 periode (1976-1982 dan 1982-1987 dan selanjutnya beliau dipercaya untuk memimpin muslimat NU wilayah Jawa Tengah selama 2 periode (1993-1999 dan 1999-2005). 

Kiprah beliau dalam terjun ke suatu organisasi yang membawanya hingga beliau tercatat sebagai anggota dewan pakar PP Muslimat NU, dan menjadi salah satu dari tiga perempuan yang tercatat sebagai mustasyar PBNU. Hal ini menuai keunikan sebab mustasyar PBNU rata-rata adalah seorang laki-laki

Mari kita sejenak mendoakan beliau, semoga apa yang beliau kerjakan menjadi amal baik yang tak akan pernah terputus dan Allah senantiasa mencurahkan Rahmat-Nya kepada beliau.

Semoga kita sebagai murid, santri, dan muhibbin beliau mendapat keberkahan dari semua yang beliau tinggalkan.

Mari sejenak kita bacakan Tahlil untuk beliau: Surat Yasin, Susunan Tahlil Singkat, dan Doa Arwah