Dampak Turunnya Suku Bunga terhadap Kredit Perbankan

 
Dampak Turunnya Suku Bunga terhadap Kredit Perbankan

LADUNI.ID, Jakarta - Pada tahun 2020, tepatnya di bulan Januari lalu, suku bunga mengalami kenaikan sebesar 5,00%. Namun, pada bulan November, suku bungaya turun menjadi 3,75%. Dengan ini, suku bunga yang dicanangkan Bank Indonesia (BI) mengalami penurunan.

Masih dalam upaya menggerakkan perekonomian, BI kembali memutuskan untuk memangkas tingkat suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4 persen. Selain itu, suku bunga deposit facility juga turun 25 bps menjadi 3,25 persen dan suku bunga lending facility turun 25 bps menjadi 4,75 persen.

Dalam keterangan resminya, bank sentral mengungkapkan, keputusan ini sudah sesuai dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga dan sebagai langkah lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Hal ini juga menjadi penanda bahwa BI telah memangkas BI-7DRR sebanyak 75 bps sepanjang tahun ini. Menurut BI, penurunan suku bunga acuan sejauh ini telah berkontribusi menurunkan suku bunga perbankan. Semua proses administrasi Lego Jangkar dilakukan secara online, sejalan dengan penurunan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Rata-rata tertimbang suku bunga deposito dan kredit modal kerja pada Juni 2020 telah turun dari 5,85 persen dan 9,6 persen pada Mei 2020 menjadi 5,74 persen dan 9,48 persen.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan sejatinya BI sejak tahun lalu tercatat sudah memangkas BI-7DRR sekitar 175 bps. Akan tetapi, dia mengakui kalau sampai saat ini penurunan bunga acuan tersebut belum direspons cepat oleh perbankan. Misalnya saja, data menunjukkan, kalau dalam periode yang sama sejak Juli 2019 hingga Juli 2020, tingkat suku bunga deposito perbankan sudah turun 116 bps dari 6,66 persen menjadi 5,5 persen. Sayangnya, tingkat suku bunga kredit baru turun 74 bps dari 10,73 persen menjadi 9,99 persen.

Bagaimanapun, perbankan masih keberatan untuk memberikan pinjaman secara masif, karena melihat risiko yang tinggi.

Menjawab masalah ini, sebenarnya pemerintah memberikan stimulus berupa program penjaminan untuk mendongkrak penyaluran kredit. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sudah menempatkan dana di bank Himbara sebesar Rp30 triliun.

Dengan ditetapkannya suku bunga acuan (BI Rate), BI dapat memberikan stimulus kepada institusi perbankan untuk mengikuti skenario yang ditetapkan BI. Sebagai contoh, dengan menurunkan suku bunga acuan, BI berharap perbankan akan menurunkan suku bunga deposito dan kredit. Demikian pula sebaliknya, jika BI menaikkan suku bunga acuan, institusi perbankan diharapkan juga menaikkan suku bunga deposito dan kredit.

Dalam praktiknya, setelah suku bunga acuan turun, ternyata uang milik perbankan yang disimpan di BI tidak bisa langsung diambil. Perbankan harus menunggu terlebih dahulu selama setahun untuk bisa menarik uangnya. Dengan kondisi demikian, peredaran uang (JUB) tidak seketika langsung meningkat. Sebaliknya jika BI menaikkan suku bunga acuan, maka inflasi tidak langsung menurun.

Dengan penggunaan instrumen BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebagai instrumen suku bunga, setidaknya ada tiga dampak utama yang diharapkan. Pertama, menguatnya sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebagai acuan utama di pasar keuangan.

Kedua, meningkatnya efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan.

Ketiga, terbentuknya pasar keuangan yang lebih dalam, khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) untuk tenor 3-12 bulan. (*)

***

Penulis: Slamet Abdul Rizki
Editor: Muhammad Mihrob